-->
  • Jelajahi

    Copyright © POTRET PERTANIAN
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Kelapa Bisa Dibuat Kopyor Semua dalam Satu Pohon, Begini Caranya!

    Prasetyo Budi
    Senin, Februari 14, 2022, Senin, Februari 14, 2022 WIB Last Updated 2022-11-29T06:05:02Z


    masukkan script iklan disini

    POTRET PERTANIAN - Kelapa Kopyor (yang oleh sebagian masyarakat di Jawa Tengah disebut garoh) adalah kelainan genetik pada buahkelapa. Ciri kelainan ini adalah "daging buah" yang empuk atau terlepas dari tempurungnya, jumlah air kelapa sedikit, dan aroma yang khas yang berbeda dari daging kelapa biasa. Sifat ini merupakan hasil mutasi spontan di bagian mayang yang bersifat setempat (biasa dikenal dalam botani sebagai chimera). Perubahan sifat ini dapat terjadi pada saat setelah pembuahan atau bahkan sebelumnya. Buah kelapa kopyor dapat dikenali dengan menggoyang-goyangkan buah ke kiri dan ke kanan, dan akan terdengar bunyi seolah buah kelapa tersebut bukan terisi air tetapi terisi pasir.

    Buah kopyor sangat disukai karena rasanya yang menyegarkan bila disajikan sebagai minuman. Kegunaan lainnya ada sebagai bahan kue, baik kue kering maupun kue basah. Nilai ekonomisnya juga sangat tinggi. Jika dibandingkan dengan kelapa biasa, harga kelapa kopyor dapat mencapai empat sampai lima kalinya. Dengan teknik kultur jaringan orang dapat membuat kelapa yang mampu menghasilkan 70-90% buah kelapa kopyor.

    • Karena kelapa kopyor tidak dapat dikembangkan melalui pembibitan alami, maka peneliti asal Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Sisunandar, mengembangkannya melalui kultur jaringan
    • Setelah melalukan riset hingga 15 tahun, kini kelapa kopyor hasil kultur jaringan telah dapat dibudidayakan, salah satunya di areal ‘Science Techno Park’ di Kampus UMP
    • Antara kebutuhan dengan produksi kelapa kopyor tidak seimbang, karena produksi hanya baru mencukupi 30% kebutuhan pasar
    • Kelapa kopyor tidak hanya potensial dikembangkan sebagai bahan minuman, juga dapat dijadikan bahan baku kosmetika. Pasarnya tidak hanya dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Maka diperlukan kolaborasi riset, misalnya dengan pengemasan yang bisa mengawetkan kelapa kopyor, sehingga dapat diekspor

     

    Rasanya manis. Daging buahnya agak krispi, tidak lembek seperti kelapa muda. Dan yang pasti menyegarkan. Demikian dikatakan Wicaksono (30) seorang warga Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah, saat merasakan kelapa kopyor yang dipanen dari kebun di ‘Science Techno Park’ di kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) pada Rabu (22/5/2019) sore.

    Usia pohon kelapa sekitar 4 tahun, tetapi tingginya kurang dari 2 meter. Sehingga untuk memanennya, tidak perlu memanjat, cukup dengan berdiri dan langsung mengambil buahnya. Buahnya lebih kecil jika dibandingkan dengan buah kelapa umumnya. Warna kulit kelapanya hijau.

    “Rasanya memang manis dan dagingnya buahnya agak kripsi, tetapi menyegarkan,”ungkap Wicaksono saat mencicipi hasil panen perdana kelapa kopyor di kebun setempat. Kelapa kopyor yang dipanen itu cukup istimewa, karena seluruh buah yang ada di pohon kelapa itu kopyor semuanya.

    Mengapa bisa seperti itu?

    Seorang ahli biologi dari UMP, Sisunandar membuka rahasianya. Ternyata pembibitannya harus melalaui proses di laboratorium yakni lewat kultur jaringan (tissue culture). Namun, untuk sampai seperti sekarang, proses risetnya cukup panjang. Sisunandar telah bergelut dengan penelitian kelapa sejak tahun 2004 atau 15 tahun silam.

    Kelapa kopyor terjadi karena enzim yang membentuk dinding sel tidak lengket. Tetapi rasa kelapa kopyor menyegarkan dan krispi. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

     

    Riset semakin mendalam ketika Sisunandar menempuh pendidikan doktoralnya di University of Queensland, Australia tahun 2008. Risetnya berjudul Cryopreservation fot germplasm conservation of coconut (Cocos rucifera L).

    Sekembalinya dari Australia dan bergelar doktor bidang biologi sel dan bioteknologi tumbuhan, dia semakin bersemangat mengembangkan penelitian pembibitan kelapa kopyor melalui kultur jaringan.

    Pada 2012 atau 4 tahun penelitian sejak 2008, Sisunandar mulai mendapatkan hasil yang memuaskan. Ia mampu membibitkan kelapa kopyor melalui kultur jaringan.

    Dia mengkultur embrio dengan tehnik ‘mini growth chamber’ yaitu menginduksi akar dan mengadaptasikan benih kelapa kopyor hasil kultur jaringan secara langsung. Tingkat keberhasilannya mencapai 90% dengan metode ‘ex vitro rooting’.

    “Dengan metode tersebut, ternyata mampu berhasil mengadaptasi benih yang berasal dari empat kultur kelapa secara langsung dengan keberhasilan tinggi. Baik benih tanpa akar maupun bibit yang telah memiliki akar mampu berhasil diaklimatisasikan,” katanya.

    Bulatan kecil dalam buah kelapa kopyor yang disebut kentos atau tombong kelapa itulah yang dikultur menjadi bibit pohon kelapa kopyor. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

     

    Di kebun ‘Science Techno Park’ di belakang kompleks Kampus UMP tersebut, Sisunandar telah menanam 148 pohon kelapa pada areal 6 ribu meter persegi. Pohon kelapa yang ditanam berasal dari keturunan pohon kelapa asal Banyumas, Pati, Lampung dan Madura.

    “Dari 148 batang pohon kelapa itu, ada 30 pohon yang berasal dari Banyumas, kemudian dari Kalianda, Lampung sebanyak 20 batang, lalu dari Pati, Jateng sebanyak 37 batang serta dari Sumenep, Madura sebanyak 61 pohon. Ada beragam jenis kelapa kopyor dari masing-masing daerah. Misalnya kalau dari Banyumas ada empat jenis kelapa kopyor yaitu Green Dwarf, Pink Hust Dwarf, Tall dan Yellow Dwarf. Kemudian, kalau dari Kopyor Pati Yellow Dwarf, Kopyor Pati Green Dwarf, Kopyor Pati Brown Dwarf dan Kopypor Pati Orange Dwarf,” paparnya.

    Ia mengatakan, jika pohon kelapa kopyor yang tumbuh alami, dalam satu tandan biasanya hanya mendapatkan 2-3 butir yang kopyor. Karena itulah, tidak seluruh buah dapat menjadi kopyor. Namun, dengan pengembangan kultur jaringan, maka satu pohon kelapa, buahnya bisa kopyor semua.

    “Dari riset dan pengalaman kami, dari bibit sampai berbuah membutuhkan waktu sekitar 4 tahun. Tetapi biasanya, pada panen perdana, yang dapat diambil hanya 4-5 butir kelapa. Namun, kalau sudah tahun kedua, maka satu tandan bisa berisi 15-20 butir kelapa. Semuanya kopyor. Setipa bulan, satu pohon kelapa bisa panen antara 15-20 butir juga,”ungkapnya.

    Kentos yang bisa dikembangkan menjadi bibit kelapa kopyor dengan metode kultur jaringan. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

     

    Saat ini Sisunandar masih memproduksi bibit kelapa kopyor dengan kultur jaringan. Jika sudah menjadi bibit, maka harganya per satu batang mencapai Rp1 juta.

    “Sepertinya mahal, padahal kalau dihitung dari hasilnya jelas murah. Hitungannya begini. Satu pohon kelapa kopyor dengan bibit Rp1 juta akan mendapatkan hasil yang besar. Satu butir kelapa kopyor minimal harganya Rp25 ribu bahkan ada yang sampai Rp40 ribu. Itu satu butir. Padahal kalau sudah cukup umur, satu tandan dapat menghasilkan 15-20 butir. Usia pohon juga panjang, mencapai 45-50 tahun. Jadi kalau dihitung-hitung, bibit satu batang Rp1 juta tidak mahal, karena penghasilannya juga besar,”katanya.

    Kelapa kopyor itu sebetulnya terjadi akibat enzim yang membentuk dinding sel tidak lengket, sehingga kemah dan menjadi kopyor. Kelapa yang kopyor itu tidak dapat dijadikan bibit secara alamiah. Makanya kemudian, pihaknya melakukan pengembangan dengan kultur jaringan.

    “Selain untuk bahan minuman, kelapa kopyor sebetulnya potensial untuk bahan baku kosmetik. Sebab, mempunyai kandungan galaktomanan yang tinggi. Galaktomanan biasanya dipakai bahan dasar kosmetik seperti krim dan pelembab. Namun, kami belum mengembangkannya,”ujarnya.

    Pemeliharaan kelapa kopyor juga tidak terlalu rumit, cukup dengan pengairan yang bagus, ketinggian tempat di bawah 600 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan melakukan pengendalian hama.

    “Sementara ini, hama pohon kelapa kopyor adalah kumbang artona. Tetapi hal itu dapat dikendalikan dengan cara ramah lingkungan yakni dengan jaring untuk menjebak kumbang tersebut. Kalau hama tidak ada persoalan, karena sudah ada antisipasinya,” katanya.

    Sisunandar mengatakan budidaya kelapa kopyor merupakan salah satu bisnis yang menggiurkan, karena saat sekarang produksi hanya mampu memenuhi kebutuhan 30% saja. 
Saat ini, kelapa kopyor paling banyak dihasilkan dari Kabupaten Pati dengan produksi 2.500 butir per 3 hari. Sehingga masih cukup terbuka pasarnya.

    Panen perdana kelapa kopyor di kebun plasma nutfah milik Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

     

    Di tempat yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Muhammad Dimyati mengatakan bahwa penelitian mengenai kultur jaringan kelapa kopyor tersebut merupakan pertama kali di dunia.

    “Juga di sini merupakan kebun plasma nutfah pertama kali di dunia. Jadi, sebuah penelitian itu, yang penting membuat dampak positif bagi masyarakat sekitar, bahkan bangsa Indonesia. Setelah penelitian terwujud, maka kemudian perlu dihilirkan. Kita berharap, nantinya UMP akan berkolaborasi dengan penelitian lembaga lain untuk pengembangan produk kelapa kopyor. Sebagai contoh, ada penelitian LIPI Yogyakarta yang menemukan pengemasan sehingga membuat makanan awet. Dengan kolaborasi pengemasan, maka kelapa kopyor dapat diekspor. Negara-negara Eropa dan Australia membutuhkan, tidak saja untuk konsumsi, tetapi juga bahan baku kosmetika,” kata Dimyati.

    Menurutnya, saat sekarang setiap hari kebutuhan kelapa kopyor untuk satu perusahaan es, membutuhkan 1.000 kelapa kopyor. Kalau sebanyak itu, maka yang dibutuhkan adalah pengembangan budidaya kelapa kopyor. Untuk memenuhi kebutuhan 1.000 kelapa kopyor setiap hari, membutuhkan sekitar 20 hektare lahan. “Inilah potensi yang bisa dikembangkan,” pungkasnya.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini