masukkan script iklan disini
Banyak cara untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Satu di antaranya menggunakan unsur boron. Meski produk ini berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan, nyatanya mampu mendongkrak penghasilan para petani.
Peranan sektor pertanian dan perkebunan sangat besar dalam pembangunan perekonomian nasional. Kontribusi keduanya terlihat nyata, semisal dalam penerimaan devisa negara melalui ekspor, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi serta bahan baku berbagai industri dalam negeri. Terbukti dari beberapa komoditas pertanian Indonesia yang menduduki peringkat dunia, seperti lada putih, sawit, karet, beras, dan kakao.
Namun, menurut Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Heinrych Napitupulu, potensi sumber daya pertanian dan perkebunan belum tereksplorasi secara maksimal. Hal tersebut disebabkan masih kurangnya pemahaman mengenai cara dan pola pemupukan yang baik. Akibatnya, peningkatan produksi berjalan lambat dan daya saing produk tidak signifikan.
“Untuk dapat meningkatkan produktivitas tanaman, para petani harus mempertahankan kandungan nutrisi pada lahan tempat tumbuh. Salah satu elemen pokok untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah boron. Kekurangan kandungan boron dapat mengurangi kuantitas dan kualitas produksi pertanian,” kata Heinrych kepada Indonesia Monitor, Selasa (02/03).
Heinrych mengatakan, biasanya masyarakat mengenal penggunaan boron hanya untuk tanaman kelapa sawit. Pada kenyataannya,
Heinrych Napitupulu, Dirut PT PPI
Heinrych Napitupulu, Dirut PT PPI
semua tanaman membutuhkan unsur boron sebagai pupuk mikro. Contohnya pada tanaman padi, boron berperan sebagai kalsium, pembungaan dan pembuahan, pendorong reaksi, metabolisme karbohidrat dan nitrogen serta sarana transportasi kandungan gula. Jika kekurangan boron, maka ketinggian tanaman padi akan menurun dan pertumbuhannya tidak sempurna, karena tanaman tidak dapat memproduksi senyawa untuk perkembangan bunga.
Pada tanaman kacang, lanjut Heinrych, boron merupakan mikro nutrisi paling penting yang berpengaruh baik terhadap perkembangan kulit kacang-kacangan. Sementara pada tanaman jeruk, selain dapat meningkatkan penyerbukan, boron berperan sebagai pengurang biji pahit dan bintih getah serta memindahkan kandungan gula dan nutrisi dari daun-daun kebuah.
“Untuk menambahkan unsur boron pada tanah dibutuhkan tambahan boron yang berasal dari luar tanah, yakni dengan pupuk borax. Kandungan boron yang terdapat pada borax akan menjadi pupuk mikro pada tanaman. Intinya, pupuk mikro boron atau borax penting bagi semua tanaman. Sayangnya, barang ini termasuk Bahan Berbahaya (B2). Pengadaan, distribusi dan pengawasannya pun harus sesuai keputusan Menteri Perdagangan No.44/M-DAG/Per/9/2009,” paparnya.
Indonesia, kata Heinrych, tidak memiliki boron. Sumber unsur ini tidak ditemukan di alam, tetapi timbul sebagai asam othorboric dan biasanya ditemukan dalam sumber mata air gunung berapi. Rasorite (kernite) dan tincal (bijih borax) adalah sumber penting boron, yang dapat ditemukan di Gurun Mojave. Karena itu, sekitar 75 persen cadangan boron terdapat di Turki. Alhasil, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai satu-satunya Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2) harus mengimpor boron dari Borochemie International Pte Ltd, Turki.
“Untuk memenuhi kebun sawit di Indonesia seluas 7,8 hektare saja, maka kebutuhan boron per tahun mencapai 100 ribu ton. Tahun lalu, penjualan boron hanya 12.000 ton, karena terkena dampak krisis global. Tahun ini, kami menargetkan bisa mengimpor sekaligus menjual sebanyak 20.000 ton boron. Ini untuk mempercepat pertumbuhan batang dan daun di perkebunan kelapa sawit,” cetusnya optimis.
Heinrych menuturkan, impor boron tidak mudah, mengingat produk ini tergolong bahan kimia beracun dan sangat berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Sejak dari negara importir, distributor, pengecer, hingga ketingkat pemakai boron di seluruh Indonesia, semuanya harus didaftarkan kepada pemerintah. Bahkan, setiap penjualan dan penggunaannya wajib dilaporkan. Saat ini saja, hanya ada 31 dari 64 distributor yang sudah mendapat izin untuk melakukan penjualan boron.
“Meski pengawasan sudah cukup ketat, tetap saja masih ada ratusan ton boron impor yang bisa masuk tanpa dokumen resmi alias ilegal melalui pelabuhan. Karena itu, kerjasama dan koordinasi pihak-pihak terkait perlu ditingkatkan agar tidak terjadi kecolongan lagi,” tandasnya.
Di sisi lain, sambung Heinrych, sosialisasi pentingnya penggunaan unsur boron pada tanaman dan gambaran prospek bisnis pertanian yang menjanjikan terus dilakukan PT PPI. Antara lain dengan menggelar acara seminar atau pertemuan secara berkala yang melibatkan para pemangku kepentingan diindustri pertanian yang terdiri dari para pembuat kebijakan, produsen, pedagang pupuk serta pengusaha kelapa sawit.
“Termasuk pemberitahuan mengenai berbagai regulasi yang berkaitan dengan boron,” cetusnya.
Heinrych mengatakan, mengimpor boron hanyalah salah satu bisnis yang dijalankan PT PPI. Di luar negeri, PT PPI dikenal sebagai ITC, singkatan dari Indonesia Trading Company. Kegiatan utama perusahaan plat merah ini adalah perdagangan umum yang terdiri dari ekspor, impor, dan distribusi, yang antara lain meliputi produk industri, produk konsumer, produk agro, bahan kimia, mesin, dan peralatan.
PT PPI sebagai satu-satunya BUMN “Trading House” di Indonesia merupakan perusahaan hasil merger dari tiga BUMN Niaga, yakni PT. Tjipta Niaga (Persero), PT. Dharma Niaga (Persero) dan PT. Pantja Niaga (Persero), yang berlaku efektif sejak 31 Maret 2003. Visinya menjadi perusahaan dagang (trading company) yang kompetitif, berkualitas, berkompetensi serta menguasai sumber dan jaringan pemasaran di dalam dan luar negeri.
“Misi PT PPI melakukan perdagangan umum yang menangani beraneka ragam produk dengan kualitas yang baik dan melaksanakan transaksi perdagangan lokal maupun lintas negara,” jelas Heinrych.
Selain memiliki jaringan pemasaran dan distribusi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, sambung Heinrych, PT PPI memiliki anak perusahaan dan perusahaan afiliasi yang bergerak di bidang produksi, perdagangan, dan jasa. Selain itu, PT PPI telah bekerjasama dengan berbagai perusahaan nasional. Misal dengan PT Semen Tonasa sebagai partner utama produk semen, PT Pupuk Sriwijaya sebagai partner produk pupuk, dan PT Petrosida sebagai partner produk pestisida.
“Aktivitas perusahaaan kami dibantu oleh lebih kurang 1200 pegawai yang memiliki keahlian dan pengalaman dengan struktur organisasi yang jelas. Untuk pengembangan usaha ke depan, kami sudah mempunyai Direktorat Pengembangan Usaha dan IT, yang bertugas mengembangkan usaha yang sudah ada serta mencari usaha baru,” pungkasnya. (Tulisan ini dimuat di Tabloid INDONESIA MONITOR, Edisi 89 Tahun II, 17-23 Maret 2010, halaman 31)