masukkan script iklan disini
Ami Muftafa_Potret Pertanian, Selamat pagi sahabat potret, Semangat Rabu. Kata ibu ku dulu, hari Rabu itu
hari baik untuk bercocok tanam katanya tanamannya akan tumbuh subur. Entah
kenapa begitu, padahal menurutku semua hari juga baik karena toh tanam
tumbuh tidak dipengaruhi kesuburannya oleh hari apa kita menanamnya tapi
oleh faktor-faktor pendukung seperti olah tanah, pemakaian bibit yang
bagus, pemupukan dan lain-lain. Tapi ya sudahlah karena Ibu yang bilang ya
manut saja..toh tidak ada ruginya juga.
Sudah bulan Maret tapi curah hujan masih saja tinggi. Memang sih menurut data statistik Tahun 2007 tentang curah hujan di Kepulauan Bangka Belitung bulan basah terjadi selama tujuh bulan berturut-turut mulai Januari sampai Juli. Dengan hari hujan antara 16-27 hari per bulan. Jadi kalau wajar saja
hujan masih terus turun seperti dua malam tadi. Biasanya sih tidak ada
masalah. Karena sudah biasa jadi sudah diadaptasi. Cuma masalahnya sekarang
adalah curah hujan kali ini berbeda dari biasanya. Benar-benar deras hujan
yang turun, mengakibatkan banjir dimana-mana.
Memangnya dulu tidak banjir? Pernah sih tapi tidak sesering dan separah
sekarang. Tahun 1980 pernah terjadi banjir besar di beberapa daerah di
Pangkalpinang sebagai Ibukota Provinsi dan di beberapa kota Kabupaten
termasuk Kabupaten Bangka Tengah tempat tinggal ku. Tapi banjir yang
terjadi kali ini jauh lebih dahsyat dibanding yang dulu. Kenapa? Inilah
topik yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan di media sosial, di
kedai-kedai kopi, di pasar dan di gedung-gedung pemerintah. Kenapa sekarang
bumi tak bersahabat lagi dengan kita.
Lalu mulailah sederetan analisis
keluar dan muncul lah statemen-statemen gugat-gugatan dan saling
menyalahkan. Yang paling sering disalahkan adalah kebijakan pemerintah
tentang regulasi penambangan timah dan kurangnya perawatan infrastruktur.
Seperti yang kita ketahui bahwa Bangka Belitung adalah daerah penghasil
timah. Hampir setiap tempat mengandung biji timah. Timah di Pulau Bangka
sudah dieksplorasi sejak lebih dari 200 tahun yang lalu. Pada jaman dahulu
timah ditambang oleh perusahaan-perusahaan besar. Yang rata-rata tidak
memberikan efek positif bagi kebanyakan masyarakat Bangka. Kehidupan
rata-rata masyarakat masih saja miskin. Padahal katanya Bangka Belitung
adalah penghasil 20% timah dunia. Euforia penambangan timah terjadi sekitar
tahun 2004 dimana hampir setiap masyarakat boleh menambang timah. Lalu
bermunculanlah TI (Tambang Inkonvensional) dimana-mana. Demam timah
merebak. Dimana ada tempat yang banyak timahnya pasti beramai-ramai orang
kesana. Petani yang biasanya rajin menanam lada atau menderes getah karet,
nelayan yang selalu cinta melaut menangkap ikan banyak yang pindah profesi
jadi penambang. Toko-toko yang menjual alat-alat penambang sederhana banyak
dibuka. Bahkan anak-anak yang seharusnya pergi sekolah banyak yang bolos
turun ke lokasi penambangan walau hanya sekedar mengais-ngais sisa timah
dan melimbangnya dipinggir sungai. Kalau berkunjung ke Bangka melalui udara
cobalah sempatkan menengok saat pesawat hampir landas. Tampak lobang-lobang
menganga dimana-mana. Tampak indah dari atas langit, tapi sejatinya sungguh
memilukan. Luka ibu pertiwi.!
Beberapa perusahaan besar memang ada yang pernah melakukan reklamasi. Dan
saat ini beberapa Perusahaan pemilik kuasa tambang sudah tutup dengan
berbagai alasan. Tapi bekas yang ditinggalkan masih banyak yang menganga
menimbulkan kerusakan dimana-mana. Ada sebagian yang direklamasi ada juga
yang ditinggal begitu saja. Tempat-tempat penambangan yang pernah
direklamasi ada yang digali kembali oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab. Mirisnya kebanyakan mereka malah berasal dari luar daerah Bangka. TI
liar kami menyebutnya, masih banyak yang beroperasi di hutan-hutan bahkan
kadang ada yang sampai merambah ke perkebunan penduduk. Ada juga yang sudah sangat dekat dengan jalan-jalan umum dan jalan raya. Jangan dikata lagi
kalau yang di laut. Tak jarang beberapa tempat tujuan wisata pantai yang
dulu terkenal indah dan alami sekarang hilang berubah jadi sangkar kapal-kapal keruk atau TI rajuk/TI apung.
Benar memang sudah ada pelarangan
dan razia-razia penambangan ilegal tapi ya begitu setelah razia berlalu
penambangan dimulai lagi. Yang takut berhenti yang bandel jalan terus. Yang
sadar mulai kembali ke profesi masing-masing, kembali bertanam lada,
nelayannya kembali melaut, anak-anak sekolah mulai memenuhi ruang kelas,
tapi selalu saja ada lagi yang masih tergiur mencari timah. Membuka
borok-borok lama berharap harta karun dari pasir-pasir timah.
Kerusakan alam yang ditimbulkan oleh penambangan timah yang tidak
bertanggung-jawab menjadi tersangka utama penyebab banjir yang akhir-akhir
ini kerap terjadi. Terutama yang menjadi sorotan adalah banjir yang terjadi
di Ibukota Provinsi Pangkalpinang.
Selain kerusakan alam yang diakibatkan oleh penambangan banjir kali ini
juga disebabkan oleh faktor alami yaitu curah hujan yang sangat tinggi.
Seperti yang terjadi pada awal Februari lalu. Saat itu masyarakat Tionghoa
sedang merayakan imlek. Biasanya perayaan imlek disini tuh sangat meriah
dan ramai. Tidak hanya masyarakat Tionghoa yang berpesta pora tapi
masyarakat melayu juga saling kunjung mengunjungi teman dan kerabat yang
merayakan. Tapi berbeda dengan perayaan imlek kemarin. Sehari sebelum imlek
hujan turun sangat deras tanpa henti selama 24 jam. Berhenti kurang dari 12
jam lalu disusul kembali hujan deras sehari semalam. Akibatnya banjir
meluap menutupi jalan-jalan utama. Beberapa jembatan penghubung antar kota
ambruk. Di Pangkalpinang di pusat kota air bahkan merendam sampai
ketinggian tiga meter lebih. Waduh itu yang namanya televisi, motor,
alat-alat rumah tangga berseliweran dalam derasnya arus air. Bahkan jalan
menuju bandara ada yang tergenang air begitu juga yang menuju pelabuhan
kapal laut. Saking dahsyatnya banjir kala itu sampai-sampai Gubernur
Kepulauan Bangka Belitung melaporkan kejadian ini sebagai bencana luar
biasa.
Bukan saja curah hujan yang jadi penyebab banjir ini tapi juga karena
pasangnya air laut. Bangka Belitung adalah pulau yang dikelilingi oleh
lautan. Selat Bangka memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan
Selat Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Di bagian utara
provinsi ini terdapat Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut Jawa
dan Pulau Kalimantan di bagian timur yang dipisahkan dari Pulau Belitung
oleh Selat Karimata. Ketika laut pasang tidak ada tempat bagi air hujan
untuk bermuara. Ditambah lagi ada beberapa tanggul air yang jebol akibat
tergerus penambangan ilegal. Nah lengkap sudah.
Kerusakan-kerusakan akibat banjir yang paling terasa adalah yang terjadi di
jalan-jalan utama. Satu lagi yang jadi sorotan adalah tidak adanya
perawatan jalan yang baik seperti tersedianya siring yang akhirnya membuat
air melimpah ke jalan raya. Seperti di Bangka Tengah, ada beberapa titik
jalan raya yang menghubungkan Bangka Tengah-Pangkalpinang dan Bangka Tengah
-Toboali. Beberapa jembatan ambruk dan tergenang air sampai 1,5 meter.
Selain mengganggu kepentingan masyarakat yang akan menuju ke kota-kota itu
untuk tujuan dinas atau bekerja juga mempengaruhi pasokan bahan pangan.
Sedangkan kebanyakan bahan pangan didapat dari luar daerah. Makanya
masyarakat meskipun tempatnya tidak digenangi banjir ikut resah. Khawatir
kalau pulau tercinta ini jadi terisolasi yang akhirnya akan mengakibatkan
lemahnya ketahanan pangan.
Setelah peristiwa banjir awal Februari lalu kami selalu gelisah setiap kali
hujan deras turun. Lupa kalau beberapa bulan lalu sempat terjadi kekeringan
yang luar biasa akibat kemarau panjang yang sampai menyebabkan
kebakaran-kebakaran hutan dan asap dimana-mana. Seperti dua hari ini hujan
turun berjam-jam. Tengoklah di media sosial pasti sudah ada yang
posting-posting lokasi banjir dan notifikasi tempat-tempat yang rusak untuk
para pengguna jalan agar waspada. Dengarlah celoteh-celoteh di kedai pasti
ramai saling adu argumen tentang penyebab banjir dan apa siapa yang harus
disalahkan. Hadeeeh....sudah seperti Jakarta topik pembicaraannya sekarang
tentang banjir.
Begitulah manusia. Kadang lupa sama aib sendiri. Sibuk saling menyalahkan
lalu berkata pada alam kenapa kau kejam. Padahal hujan tahun ini sudah
seperti airmata langit yang tak terbendung lagi melihat tingkah polah
manusia. Tangis pilu ibu pertiwi yang hutannya digali, isi perutnya
dikuras, wajahnya disayat kejam oleh tangan manusia. Saat musim panas
kemarin pohon-pohon ditebangi dan dibakar. Siapa yang kejam sebenarnya?
Akibat segelintir orang yang merusak alam dampaknya dirasakan oleh hampir
seluruh masyarakat yang bahkan ada yang tidak sempat menyicipi manisnya
harga timah dan tak tahu apa-apa.
Hujan masih terus turun membasahi bumi Serumpun Sebalai. Seribu sesal dan
seribu janji terucap akan memelihara alam dengan baik dan mengoles salep
pada luka-luka ibu pertiwi. Doa-doa dipanjatkan pada Sang Maha Kuasa.
Semoga hujan tetaplah menjadi berkah yang harus disyukuri bukan dimaki. Ya
Allah, ampunilah kami yang selalui menganiaya diri sendiri.
Kepada saudara-saudarku di Bumi Serumpun Sebalai umumnya dan di Bumi
Selawang Segantang khususnya, mari kembali bercocok tanam. Menanam pohon
menghijaukan kembali bumi kita untuk merayu Nyonya Tua yang terluka. Demi
kita sendiri dan demi anak cucu kita kelak. Salam santun buat seluruh
sahabat potret dimana saja berada semoga selalu berada dalam lindunganNya,
Aamiin.
KOBA2016,03,30 -potret pertanian
kenapa begitu, padahal menurutku semua hari juga baik karena toh tanam
tumbuh tidak dipengaruhi kesuburannya oleh hari apa kita menanamnya tapi
oleh faktor-faktor pendukung seperti olah tanah, pemakaian bibit yang
bagus, pemupukan dan lain-lain. Tapi ya sudahlah karena Ibu yang bilang ya
manut saja..toh tidak ada ruginya juga.
Sudah bulan Maret tapi curah hujan masih saja tinggi. Memang sih menurut data statistik Tahun 2007 tentang curah hujan di Kepulauan Bangka Belitung bulan basah terjadi selama tujuh bulan berturut-turut mulai Januari sampai Juli. Dengan hari hujan antara 16-27 hari per bulan. Jadi kalau wajar saja
hujan masih terus turun seperti dua malam tadi. Biasanya sih tidak ada
masalah. Karena sudah biasa jadi sudah diadaptasi. Cuma masalahnya sekarang
adalah curah hujan kali ini berbeda dari biasanya. Benar-benar deras hujan
yang turun, mengakibatkan banjir dimana-mana.
Memangnya dulu tidak banjir? Pernah sih tapi tidak sesering dan separah
sekarang. Tahun 1980 pernah terjadi banjir besar di beberapa daerah di
Pangkalpinang sebagai Ibukota Provinsi dan di beberapa kota Kabupaten
termasuk Kabupaten Bangka Tengah tempat tinggal ku. Tapi banjir yang
terjadi kali ini jauh lebih dahsyat dibanding yang dulu. Kenapa? Inilah
topik yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan di media sosial, di
kedai-kedai kopi, di pasar dan di gedung-gedung pemerintah. Kenapa sekarang
bumi tak bersahabat lagi dengan kita.
Lalu mulailah sederetan analisis
keluar dan muncul lah statemen-statemen gugat-gugatan dan saling
menyalahkan. Yang paling sering disalahkan adalah kebijakan pemerintah
tentang regulasi penambangan timah dan kurangnya perawatan infrastruktur.
Seperti yang kita ketahui bahwa Bangka Belitung adalah daerah penghasil
timah. Hampir setiap tempat mengandung biji timah. Timah di Pulau Bangka
sudah dieksplorasi sejak lebih dari 200 tahun yang lalu. Pada jaman dahulu
timah ditambang oleh perusahaan-perusahaan besar. Yang rata-rata tidak
memberikan efek positif bagi kebanyakan masyarakat Bangka. Kehidupan
rata-rata masyarakat masih saja miskin. Padahal katanya Bangka Belitung
adalah penghasil 20% timah dunia. Euforia penambangan timah terjadi sekitar
tahun 2004 dimana hampir setiap masyarakat boleh menambang timah. Lalu
merebak. Dimana ada tempat yang banyak timahnya pasti beramai-ramai orang
kesana. Petani yang biasanya rajin menanam lada atau menderes getah karet,
nelayan yang selalu cinta melaut menangkap ikan banyak yang pindah profesi
jadi penambang. Toko-toko yang menjual alat-alat penambang sederhana banyak
dibuka. Bahkan anak-anak yang seharusnya pergi sekolah banyak yang bolos
turun ke lokasi penambangan walau hanya sekedar mengais-ngais sisa timah
dan melimbangnya dipinggir sungai. Kalau berkunjung ke Bangka melalui udara
cobalah sempatkan menengok saat pesawat hampir landas. Tampak lobang-lobang
menganga dimana-mana. Tampak indah dari atas langit, tapi sejatinya sungguh
memilukan. Luka ibu pertiwi.!
Beberapa perusahaan besar memang ada yang pernah melakukan reklamasi. Dan
saat ini beberapa Perusahaan pemilik kuasa tambang sudah tutup dengan
berbagai alasan. Tapi bekas yang ditinggalkan masih banyak yang menganga
menimbulkan kerusakan dimana-mana. Ada sebagian yang direklamasi ada juga
yang ditinggal begitu saja. Tempat-tempat penambangan yang pernah
direklamasi ada yang digali kembali oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab. Mirisnya kebanyakan mereka malah berasal dari luar daerah Bangka. TI
liar kami menyebutnya, masih banyak yang beroperasi di hutan-hutan bahkan
kadang ada yang sampai merambah ke perkebunan penduduk. Ada juga yang sudah sangat dekat dengan jalan-jalan umum dan jalan raya. Jangan dikata lagi
kalau yang di laut. Tak jarang beberapa tempat tujuan wisata pantai yang
dulu terkenal indah dan alami sekarang hilang berubah jadi sangkar kapal-kapal keruk atau TI rajuk/TI apung.
Benar memang sudah ada pelarangan
dan razia-razia penambangan ilegal tapi ya begitu setelah razia berlalu
penambangan dimulai lagi. Yang takut berhenti yang bandel jalan terus. Yang
sadar mulai kembali ke profesi masing-masing, kembali bertanam lada,
nelayannya kembali melaut, anak-anak sekolah mulai memenuhi ruang kelas,
tapi selalu saja ada lagi yang masih tergiur mencari timah. Membuka
borok-borok lama berharap harta karun dari pasir-pasir timah.
Kerusakan alam yang ditimbulkan oleh penambangan timah yang tidak
bertanggung-jawab menjadi tersangka utama penyebab banjir yang akhir-akhir
ini kerap terjadi. Terutama yang menjadi sorotan adalah banjir yang terjadi
di Ibukota Provinsi Pangkalpinang.
Selain kerusakan alam yang diakibatkan oleh penambangan banjir kali ini
juga disebabkan oleh faktor alami yaitu curah hujan yang sangat tinggi.
Seperti yang terjadi pada awal Februari lalu. Saat itu masyarakat Tionghoa
sedang merayakan imlek. Biasanya perayaan imlek disini tuh sangat meriah
dan ramai. Tidak hanya masyarakat Tionghoa yang berpesta pora tapi
masyarakat melayu juga saling kunjung mengunjungi teman dan kerabat yang
merayakan. Tapi berbeda dengan perayaan imlek kemarin. Sehari sebelum imlek
hujan turun sangat deras tanpa henti selama 24 jam. Berhenti kurang dari 12
jam lalu disusul kembali hujan deras sehari semalam. Akibatnya banjir
meluap menutupi jalan-jalan utama. Beberapa jembatan penghubung antar kota
ambruk. Di Pangkalpinang di pusat kota air bahkan merendam sampai
ketinggian tiga meter lebih. Waduh itu yang namanya televisi, motor,
alat-alat rumah tangga berseliweran dalam derasnya arus air. Bahkan jalan
menuju bandara ada yang tergenang air begitu juga yang menuju pelabuhan
kapal laut. Saking dahsyatnya banjir kala itu sampai-sampai Gubernur
Kepulauan Bangka Belitung melaporkan kejadian ini sebagai bencana luar
biasa.
Bukan saja curah hujan yang jadi penyebab banjir ini tapi juga karena
pasangnya air laut. Bangka Belitung adalah pulau yang dikelilingi oleh
lautan. Selat Bangka memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan
Selat Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Di bagian utara
provinsi ini terdapat Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut Jawa
dan Pulau Kalimantan di bagian timur yang dipisahkan dari Pulau Belitung
oleh Selat Karimata. Ketika laut pasang tidak ada tempat bagi air hujan
untuk bermuara. Ditambah lagi ada beberapa tanggul air yang jebol akibat
tergerus penambangan ilegal. Nah lengkap sudah.
Kerusakan-kerusakan akibat banjir yang paling terasa adalah yang terjadi di
jalan-jalan utama. Satu lagi yang jadi sorotan adalah tidak adanya
perawatan jalan yang baik seperti tersedianya siring yang akhirnya membuat
air melimpah ke jalan raya. Seperti di Bangka Tengah, ada beberapa titik
jalan raya yang menghubungkan Bangka Tengah-Pangkalpinang dan Bangka Tengah
-Toboali. Beberapa jembatan ambruk dan tergenang air sampai 1,5 meter.
Selain mengganggu kepentingan masyarakat yang akan menuju ke kota-kota itu
untuk tujuan dinas atau bekerja juga mempengaruhi pasokan bahan pangan.
Sedangkan kebanyakan bahan pangan didapat dari luar daerah. Makanya
masyarakat meskipun tempatnya tidak digenangi banjir ikut resah. Khawatir
kalau pulau tercinta ini jadi terisolasi yang akhirnya akan mengakibatkan
lemahnya ketahanan pangan.
Setelah peristiwa banjir awal Februari lalu kami selalu gelisah setiap kali
hujan deras turun. Lupa kalau beberapa bulan lalu sempat terjadi kekeringan
yang luar biasa akibat kemarau panjang yang sampai menyebabkan
kebakaran-kebakaran hutan dan asap dimana-mana. Seperti dua hari ini hujan
turun berjam-jam. Tengoklah di media sosial pasti sudah ada yang
posting-posting lokasi banjir dan notifikasi tempat-tempat yang rusak untuk
para pengguna jalan agar waspada. Dengarlah celoteh-celoteh di kedai pasti
ramai saling adu argumen tentang penyebab banjir dan apa siapa yang harus
disalahkan. Hadeeeh....sudah seperti Jakarta topik pembicaraannya sekarang
tentang banjir.
Begitulah manusia. Kadang lupa sama aib sendiri. Sibuk saling menyalahkan
lalu berkata pada alam kenapa kau kejam. Padahal hujan tahun ini sudah
seperti airmata langit yang tak terbendung lagi melihat tingkah polah
manusia. Tangis pilu ibu pertiwi yang hutannya digali, isi perutnya
dikuras, wajahnya disayat kejam oleh tangan manusia. Saat musim panas
kemarin pohon-pohon ditebangi dan dibakar. Siapa yang kejam sebenarnya?
Akibat segelintir orang yang merusak alam dampaknya dirasakan oleh hampir
seluruh masyarakat yang bahkan ada yang tidak sempat menyicipi manisnya
harga timah dan tak tahu apa-apa.
Hujan masih terus turun membasahi bumi Serumpun Sebalai. Seribu sesal dan
seribu janji terucap akan memelihara alam dengan baik dan mengoles salep
pada luka-luka ibu pertiwi. Doa-doa dipanjatkan pada Sang Maha Kuasa.
Semoga hujan tetaplah menjadi berkah yang harus disyukuri bukan dimaki. Ya
Allah, ampunilah kami yang selalui menganiaya diri sendiri.
Kepada saudara-saudarku di Bumi Serumpun Sebalai umumnya dan di Bumi
Selawang Segantang khususnya, mari kembali bercocok tanam. Menanam pohon
menghijaukan kembali bumi kita untuk merayu Nyonya Tua yang terluka. Demi
kita sendiri dan demi anak cucu kita kelak. Salam santun buat seluruh
sahabat potret dimana saja berada semoga selalu berada dalam lindunganNya,
Aamiin.
KOBA2016,03,30 -potret pertanian