masukkan script iklan disini
Ami mustafa_Potret Pertanian Mengabarkan Dari Bangka Belitung.
Sumber Poto MASAKAN IBU |
Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan mensosialisasikan One Day No Rice, Bupati Bangka Tengah Erzaldi Rosman dibantu jajarannya dan Ketua PKK Bangka Tengah Melati Erzaldi giat menggali dan memasyarakatkan jenis-jenis makanan pengganti nasi. Salah satunya Nasi Aruk. Dalam kegiatan-kegiatan Pemda maupun kegiatan PKK nasi Aruk ini selalu ada. Sayangnya karena masih belum populer ketersediaannya di pasaran masih langka. Kalaupun ada harganya lebih mahal dari pada beras. Jadi sekarang ini nasi Aruk ya hanya tampil untuk acara-acara tertentu saja belum sepenuhnya menjadi konsumsi masyarakat seperti yang diharapkan sebagai pengganti nasi.
Apa hubungannya Tiwul dengan nasi Aruk ya? Dalam sebuah acara di Badan ketahanan pangan saya pernah dikenalkan dengan nasi Aruk ini. Setelah saya lihat dan rasakan tiba-tiba saya teringat kenangan masa kanak-kanak dulu. Seorang nenek tua yang ayu yang akrab kami sapa Mbah Tiwul setiap pagi duduk di pinggir perempatan jalan depan rumah dengan sebakul makanan olahan singkong yang masih berasap. Tiwul dan gatot. Saya masih ingat kalau beli tiwul pasti minta yang ada buntalan gulanya, karena gula yang ditambahkan saat memasak sengaja diiris kasar dan tidak dicampur sempurna dalam tiwul. Hmmm...bahkan bau tiwul yang hangat itu masih tercium hingga kini rasanya.
Ternyata nasi Aruk itu ya si Tiwul. Bedanya, kalau tiwul yang ada dalam kenangan saya dimasak dengan gula merah ditaburi kelapa muda parut lebih nikmat dihidangkan diatas daun pisang sedangkan Nasi Aruk ini dimasak tanpa gula jadi tawar saja. Mungkin karena dimaksudkan sebagai pengganti nasi jadi dimasak tawar dan dinikmati dengan lauk pauk. Jadi menurut saya Nasi Aruk ini masih kalah nikmat dengan Tiwul.
Sumber Poto Rumah Kecil Kami |
Sebenarnya menikmati Tiwul atau Nasi Aruk bisa sebagai pengganti makanan pokok atau hanya sekedar dijadikan kudapan. Kalau mau dijadikan kudapan tinggal ditambah gula merah, sedikit garam dan ditaburi parutan kelapa muda. Kalau mau dijadikan makanan pengganti beras ya tinggal dikukus tawar dan dimakan dengan lauk pauk seperti tempe atau ikan asin...yuhuuu...sedaap.
Nah, masalahnya kalau di Bangka Belitung cari Tiwul itu susah dan harganya lebih mahal dari beras. Mungkin kalau di Jawa atau tempat asal saya di Lampung ya banyak dan harganya lebih murah dibanding beras. Jadi bisa diharapkan jadi makanan pengganti. Atau kalau di tempat Mbah Tiwul dulu bisa dimasak campur dengan beras. Jadi tidak seluruhnya tiwul. Ada nasinya juga. Namanya jadi nasi tiwul. Nah kalau Nasi Aruk ini mungkin hanya sekedar tambahan saja dan dimakan hanya sekali -sekali. Entah nanti kalau penanaman singkong mulai digalakkan di Bangka Tengah mungkin Nasi Aruk akan lebih populer disini.
Karena tidak tahan menanggung rindu sama makanan yang satu ini saya pernah keliling pasar dan warung tapi tidak ketemu. Jangankan yang sudah masak, yang mentah saja tidak ada. Lupa janjian sih..hehe. Kata salah seorang pedagang di pasar beras Aruk tidak selalu ada hanya sesekali itupun tak pernah banyak. Mungkin karena tidak banyak yang membuat dan tidak terlalu banyak tanaman singkong disini. Akhirnya tetangga saya yang berasal dari Metro Lampung saya paksa pesan minta dikirimi tiwul. Wah senangnya saat kiriman dari Lampung tiba. Langsung eksekusi. Tapi saya bingung sendiri. Dulu kan saya terima beres tinggal beli sama si Mbah. Lah masaknya piye bagaimana saudara-saudara? Oalah Mbah...dulu kan aku masih piyik...kanak-kanak yang taunya mangan thok. Kalau tidak beli ya rikwes sama pembantu. Terima beres di piring. Hmmmm...rasain deh sekarang kebingungan. Terpaksa lari lagi ke tetangga. Tanya gimana masak beras tiwul ini. Akhirnya aku diajari masaknya.
Ternyata dikukus. Panaskan kukusan, alasi daun pisang biar wangi, taburi gula merah sesuai selera. Kalau sudah lembut angkat dan taburi kelapa parut. Wah, untung nanya dulu. Padahal tadinya saya kira dimasak seperti menanak beras. Dengan air yang merendam seluruh permukaan beras tiwul. Olala..kalau begitu kejadiannya bisa-bisa saya dapat bubur tiwul nanti. Bisa batal kerinduan saya terobati.
Bicara tentang gizi mungkin kandungan gizi nasi lebih bagus dari tiwul atau nasi Aruk ini. Tapi karena kalorinya lebih rendah dari nasi maka tiwul ini lebih bagus untuk diet terutama bagi penderita diabet. Karena saya makan tiwul disebabkan suka bukan untuk diet atau penghematan saya pernah mencoba memodernisasi sang tiwul ini dengan memadukannya dengan keju dan susu. Jadi parutan kelapa mudanya diganti keju. Hehe ternyata yummy. Kalau dulu tiwul pernah di cap sebagai makanan kelas bawah sekarang tiwul itu makanan eksklusif hanya kurang populer saja. Mungkin karena masyarakat kita yang kebanyakan lebih suka makanan besutan luar negeri. Padahal orang luar negeri saja suka yang etnik dari negeri kita ini. Dan menurut saya tiwul itu etnis gitu...hehe. Apa mungkin biar keren namanya dipadu dengan Cassava Rice gitu yah jadi Tivul Cassava Rice.
Nah, punya ide baru memasarkan sang tiwul generasi baru? Coba dulu ah... mau menawarkan konsep Tivul Cassava Rice ini ke Rakabuming-nya Pakde Joko siapa tahu bisa jadi bisnis makanan populer :D
potret pertanian