masukkan script iklan disini
Potret Pertanian - Katuk (Sauropus androgunus L. Merr) termasuk dalam famili
Euphorbiaceae, banyak digunakan sebagai bahan sayuran, lalap, pewarna
makanan dan obat. Beberapa nama daerah katuk antara lain karekur, simani
dan cengkok manis. Tanaman katuk tumbuh menahun, berbentuk semak perdu
dengan ketinggian antara 2,5-5 m, dan merumpun. Meskipun sudah ditanam
di berbagai daerah, namun usaha budidaya tanaman katuk masih merupakan
usaha sambilan, karena potensi nilai ekonomi dan sosial tanaman ini
belum banyak diungkap.
Baca Juga :
PERSYARATAN TUMBUH
Tanaman katuk mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan di
daerah tropis, dapat tumbuh dan berproduksi dengan di dataran rendah
sampai dataran tinggi. Tanaman katuk toleran terhadap kondisi teduh
(naungan) sehingga cocok ditanam di lahan pekarangan.
Lingkungan yang paling ideal untuk membudidayakan katuk adalah daerah
dengan suhu udara berkisar antara 21-320C dengan kelembaban antara 50-
80%.
Tanaman katuk toleran terhadap berbagai jenis tanah, hampir semua jenis
tanah cocok ditanami katuk. Untuk mendapatkan hasil yang optimal,
tanaman ini membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung
humus, beraerasi dan berdrainase baik, serta mempunyai kemasaman (pH)
5,5-6,5.
BUDIDAYA TANAMAN
1. Persiapan Lahan
Lahan penanaman katuk dapat disiapkan dalam bentuk petakan (sistem bedengan) atau bentuk larikan (sistem pagar).
a. Sistem petakan (bedengan)
Lahan sistem bedengan digunakan dalam penanaman katuk secara khusus
dengan jarak teratur, yaitu 20 cm x 20 cm, secara berjajar atau
berbaris. Tanah dicangkul atau dibajak sedalam 30 cm atau lebih hingga
gembur, kemudian dibuat bedengan atau petakan berukuran lebar 100-120
cm, tinggi 30 cm, jarak antar petakan 30-40 cm dan panjang petakan tidak
lebih dari 12 m. Bedengan ditaburi pupuk kandang kuda sebanyak 20
ton/ha, kemudian di campur dan diratakan.
a. Sistem larikan (pagar)
Pengolahan tanah hanya dilakukan pada bidang tanah yang akan ditanami.
Lahan yang terpilih diolah hingga gembur, dibentuk larikan selebar 30-40
cm, dengan ketinggian 30 cm dan ukuran panjang disesuaikan dengan
keadaan lahan. Larikan ditaburi pupuk kandang kuda dengan dosis 20
ton/ha dan dicampur rata dengan tanah, kemudian dirapikan.
2. Penanaman
Tanaman katuk umumnya diperbanyak secara vegetatif dengan stek batang
atau cabang. Dalam satu hektar dibutuhkan sekitar 400.000 stek. Stek
katuk ditancapkan dalam lubang tanam secara tegak sedalam 5–10 cm
kemudian tanah disiram sampai lembab. Tanaman ini sangat responsif
terhadap pempukan. Pupuk yang diperlukan adalah Urea sebanyak 200 kg/ha
ditambah KCl 50 kg/ha atau tergantung kondisi kesuburan tanah.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang biasa dilakukan adalah pengairan dan penyiangan.
Pengairan perlu dilakukan secara kontinyu seminggu 2 kali, terutama pada
musim kemarau. Pengairan selanjutnya disesuaikan dengan cuaca atau
keadaan tanah. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 15 hari
setelah tanam. Penyiangan selanjutnya dilakukan setiap bulan atau
tergantung pada keadaan gulma yang dilakukan bersamaan dengan
pembumbunan bedengan.
4. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
OPT penting yang menyerang tanaman katuk antara lain ulat daun, kutu
daun, busuk akar dan layu bakteri. Pengendalian OPT dilakukan tergantung
pada jenis OPT yang menyerang. Cara pengendalian dilakukan antara lain
dengan cara sanitasi lahan, pergiliran tanaman dan penggunaan pestisida
secara selektif sesuai rekomendasi yang dianjurkan. Penggunaan pestisida
tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis,
volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.
5. Panen dan Pascapanen
Tanaman katuk biasanya mencapai ketinggian 70 cm atau lebih pada umur
3–3,5 bulan setelah tanam. Pada tahap ini dapat dilakukan pemanenan
pertama. Panen dilakukan dengan cara memangkas ujung tanaman atau cabang
menggunakan pisau yang tajam. Pucuk dipangkas atau dipotong sapanjang
10–15 cm. Waktu panen yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari
dan kondisi cuaca cerah. Pemanenan berikutnya dilakukan secara kontinyu
sebulan sekali.
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Sayuran