-->
  • Jelajahi

    Copyright © POTRET PERTANIAN
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Teknik Budidaya Daun Katuk

    Prasetyo Budi
    Senin, Desember 12, 2016, Senin, Desember 12, 2016 WIB Last Updated 2021-08-04T06:22:23Z


    masukkan script iklan disini
    Potret Pertanian - Katuk (Sauropus androgunus L. Merr) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, banyak digunakan sebagai bahan sayuran, lalap, pewarna makanan dan obat. Beberapa nama daerah katuk antara lain karekur, simani dan cengkok manis. Tanaman katuk tumbuh menahun, berbentuk semak perdu dengan ketinggian antara 2,5-5 m, dan merumpun. Meskipun sudah ditanam di berbagai daerah, namun usaha budidaya tanaman katuk masih merupakan usaha sambilan, karena potensi nilai ekonomi dan sosial tanaman ini belum banyak diungkap.

    Baca Juga : 

    PERSYARATAN TUMBUH
    Tanaman katuk mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan di daerah tropis, dapat tumbuh dan berproduksi dengan di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman katuk toleran terhadap kondisi teduh (naungan) sehingga cocok ditanam di lahan pekarangan.
    Lingkungan yang paling ideal untuk membudidayakan katuk adalah daerah dengan suhu udara berkisar antara 21-320C dengan kelembaban antara 50- 80%.
    Tanaman katuk toleran terhadap berbagai jenis tanah, hampir semua jenis tanah cocok ditanami katuk. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, beraerasi dan berdrainase baik, serta mempunyai kemasaman (pH) 5,5-6,5.

    BUDIDAYA TANAMAN

    1. Persiapan Lahan

    Lahan penanaman katuk dapat disiapkan dalam bentuk petakan (sistem bedengan) atau bentuk larikan (sistem pagar).

    a. Sistem petakan (bedengan)

    Lahan sistem bedengan digunakan dalam penanaman katuk secara khusus dengan jarak teratur, yaitu 20 cm x 20 cm, secara berjajar atau berbaris. Tanah dicangkul atau dibajak sedalam 30 cm atau lebih hingga gembur, kemudian dibuat bedengan atau petakan berukuran lebar 100-120 cm, tinggi 30 cm, jarak antar petakan 30-40 cm dan panjang petakan tidak lebih dari 12 m. Bedengan ditaburi pupuk kandang kuda sebanyak 20 ton/ha, kemudian di campur dan diratakan.

    a. Sistem larikan (pagar)

    Pengolahan tanah hanya dilakukan pada bidang tanah yang akan ditanami. Lahan yang terpilih diolah hingga gembur, dibentuk larikan selebar 30-40 cm, dengan ketinggian 30 cm dan ukuran panjang disesuaikan dengan keadaan lahan. Larikan ditaburi pupuk kandang kuda dengan dosis 20 ton/ha dan dicampur rata dengan tanah, kemudian dirapikan.

    2. Penanaman

    Tanaman katuk umumnya diperbanyak secara vegetatif dengan stek batang atau cabang. Dalam satu hektar dibutuhkan sekitar 400.000 stek. Stek katuk ditancapkan dalam lubang tanam secara tegak sedalam 5–10 cm kemudian tanah disiram sampai lembab. Tanaman ini sangat responsif terhadap pempukan. Pupuk yang diperlukan adalah Urea sebanyak 200 kg/ha ditambah KCl 50 kg/ha atau tergantung kondisi kesuburan tanah.

    3. Pemeliharaan

    Pemeliharaan yang biasa dilakukan adalah pengairan dan penyiangan. Pengairan perlu dilakukan secara kontinyu seminggu 2 kali, terutama pada musim kemarau. Pengairan selanjutnya disesuaikan dengan cuaca atau keadaan tanah. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 15 hari setelah tanam. Penyiangan selanjutnya dilakukan setiap bulan atau tergantung pada keadaan gulma yang dilakukan bersamaan dengan pembumbunan bedengan.

    4. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

    OPT penting yang menyerang tanaman katuk antara lain ulat daun, kutu daun, busuk akar dan layu bakteri. Pengendalian OPT dilakukan tergantung pada jenis OPT yang menyerang. Cara pengendalian dilakukan antara lain dengan cara sanitasi lahan, pergiliran tanaman dan penggunaan pestisida secara selektif sesuai rekomendasi yang dianjurkan. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.

    5. Panen dan Pascapanen

    Tanaman katuk biasanya mencapai ketinggian 70 cm atau lebih pada umur 3–3,5 bulan setelah tanam. Pada tahap ini dapat dilakukan pemanenan pertama. Panen dilakukan dengan cara memangkas ujung tanaman atau cabang menggunakan pisau yang tajam. Pucuk dipangkas atau dipotong sapanjang 10–15 cm. Waktu panen yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari dan kondisi cuaca cerah. Pemanenan berikutnya dilakukan secara kontinyu sebulan sekali.
    Sumber: Balai Penelitian Tanaman Sayuran
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini