-->
  • Jelajahi

    Copyright © POTRET PERTANIAN
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Malin Kundang Si Anak Durhaka

    Prasetyo Budi
    Rabu, November 25, 2015, Rabu, November 25, 2015 WIB Last Updated 2015-12-31T15:49:44Z


    masukkan script iklan disini
    Sahabat Potret pertanian yang baik hati dan tidak sombong admin ucapkan selamat berjumpa kembali setelah sekian lama absen karena kesibukan yang tidak dapat diti8nggalkan..
    Kali ini admin akan mengajak sahabat semua untuk Mengingat kembali  kisah legendaries dari padang sumatera barat yaitu kisah sianak durhaka si malin kundang, baiklah sahabat potret pertanian kita simak langsung cerita berikut.

    Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya dengan wisata bahari dan wisata pantainya, salah satunya adalah Pantai Air Manis yang terletak di Padang. Seperti pantai pada umumnya, di Pantai Air Manis anda akan disuguhi pemandangan ombak yang bergulung dan nyiur melambai yang melengkapi lukisan alam. Anda akan disuguhi pemandangan air dan langit yang sama berwarna biru. Tapi ada satu ciri khas pantai air manis yang tidak dimiliki pantai-pantai lainnya, yaitu cerita tentang Malin Kundang si Anak Durhaka lengkap dengan batu Malin Kundang yang sedan bersujud meminta ampun pada ibunya. Cerita ini sudah sangat melegenda bukan hanya di tanah Sumatera bahkan ke seluruh penjuru nusantara dan ke negara tetangga.

    Malin Kundang bersujud dan meminta ampun pada ibunya setelah ia tidak mengakui ibunya sendiri karena malu memiliki ibu yang miskin dan bajunya compang-camping. Malin kecil adalah anak yang berbakti pada ibunya, ia telah berubah setelah pelayaran. Malin kecil selalu membantu ibu mencari kayu bakar dan bahkan mencari uang, bapaknya telah meninggal sejal adik perempuannya lahir. Sejak kecil Malin Kundang sudah bermimpi untuk menjadi pelaut dan sukses di pelayaran. Saat ada sekelompok pelaut yang singgah di desanya, sang kapten kapal kagum dengan kemampuan Malin menembak dan memanjat pohon lalu mengajak Malin dalam pelayaran. Malin ikut dalam pelayaran dengan ayah angkatnya tersebut.



    Sang Ibu melepaskan Malin dengan berat hati, ia selalu menunggu hari kepulangan Malin. Ia dan adik perempuan Malin selalu menghitung setiap hari yang terlewat setelah kepergian Malin. Sementara di perjalanan Malin dan ayah angkatnya yang baik hati selalu memerangi perompak dan membebaskan tawanan mereka wanita dan anak-anak. Namun sayang pada suatu pertarungan ayah angkat Malin harus terbunuh, sehingga Malin diangkat menjadi kapten kapal. Malin bukan kapten kapal yang terlalu baik karena cepat tergoda dengan harta. Apalagi ada kabar tentang harta karun di sebuah pulau terpencil. Malin bekerja sama dengan kelompok perompak untuk mengeruk harta karun itu untuk kepentingannya sendiri.

    Ia menjadi kaya raya dan memiliki istri cantik jelita. Pada suatu pelayaran, sang istri sangat haus dan ingin minum kelapa muda. Maka mereka sandar di suatu pantai yang ternyata adalah Pantai Air Manis, rumah Malin dulu kala. Ibu Malin mendengar kabar kepulangan anaknya dan menemui Malin dengan baju paling bagus yang dimilikinya. Namun baju itu tidak cukup bagus di mata Malin dan membuat Malin tidak ingin mengakui ibu kandungnya sendiri. Ibu Malin mengucapkan kutukan agar Malin dikutuk jadi batu. Seketika badai besar terjadi, Malin minta ampun pada ibunya dan bersujud. Namun sayang, kutukan telah terlanjur mengubahnya menjadi abu.
     
    Batu-batu di Pantai Air Manis sangat jelas membentuk manusia yang sedang bersujud dan juga membentuk pecahan-pecahan kapal lainnya seperti kendi, tambang dan tangga, dan perlengkapan kapal lainnya. Entah barang-barang ini memang ikut berubah menjadi batu bersama Malin, atau pada jaman dulu kala ada seorang yang pandai mengukir dan mengukirkan cerita Malin Kundang sambil juga mengukirkan bebatuan disini menyerupai kapal yang hancur dan manusia yang bersujud. Tapi cerita Malin si anak durhaka tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi Pantai Air Manis. Cerita ini juga tentunya bisa mengingatkan kita untuk selalu bersikap sopan dan santun serta menghargai orangtua. sumber
    potret pertanian
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini