masukkan script iklan disini
Potret Pertanian - Jenuh melewati hari-hari dengan rutinitas dikota membuat kuingin rasanya pergi kesuatu tempat dengan suasana yang tentram damai, jauh dari panasnya kota yang riuh dan hiruk pikuk. Dimalam yang kian larut ditemani segelas kopi dan kepulan asap rokok, pikiranku terus menerawang dan memikirkan dimana kira-kira tempat yang sesuai dengan keinginan waktu itu.
Hmmm... akhirnya aku ingat suatu daerah yang mana udaranya begitu sejuk dengan peamndangan alamnya yang indah, kayu aro kerinci! Ya kayu aro kerinci dengan hamparan kebun tehnya yang menghijau bak bentangan permadani dibawah kaki gunung kerinci. Keputusanku sudah bulat, tempat itulah pilihan satu-satunya yang akan aku tuju untuk melepaskan kejenuhan. Kayu Aro adalah sebuah kecamatan di kabupaten kerinci Jambi, Indonesia. Berdiri pada tanggal 12 Juni 1996 berdasarkan PP NO. 47/1996.
Pusat pemerintahan di Batang Sangir, kayu aro ini terkenal sebagai daerah penghasil Teh.
Tanpa membuang waktu lagi, aku segera mengemasi beberapa lembar pakaianku kedalam ransel kesayanganku yang telah begitu setia menemani kemana aku bepergian. Setelah semuanya selesai, aku pun segera beranjak ketempat tidur. Meski pengidap insomnia akut, aku paksanakan untuk pejamkan mata agar terlelap, karena antra Kota Padang-Kayu Aro Kerinci bukanlah jarak yang dekat. Lebih kurang jarak tempuh 198 KM, dengan sarana transpotasi mobil bisa memakan waktu seharian lebih.
Aku harus bangan pagi-pagi seakali, karena tak ingin ketinggalan mobil yang akan dipesan nantinya.
Adzan subuh yang berkumandang begitu indah akhirnya membangunkan pagi itu, alhamdulillah aku bisa terlelap sebelumnya. Aku pun segera menuju kamar mandi untuk membersihan tubuh, memang sedari siang kemaren itu aku tidak sempat mandi. Setelah itu pun aku mengambil wudhu, dan menunaikan kewajiban sholat subuh. Tidak lupa aku berdoa’a agar perjalanaku nanti lancar, jauh dari marabahaya dan tetap dalam lindungan Allah SWT.
Setelah semuanya selasai, aku pun berpakain rapi tidak lupa topi kesayanganku mengihiasi kepalaku. Kupandangi topi itu, ada sedikit rasa miris karena warna sudah berganti buram. Ingin rasanya mengganti dengan yang baru dan lebih bagus, namun sayangnya aku belum sempat untuk menggantinya.
Memang ada sahabat baikku ingin mengganti topiku dengan yang baru, gak baik-baik amat sebenarnya. Usilnya tidak ketulungan, jahilnya mintak ampun. Terkadang sempat bikin aku sebal juga, tapi mau apalagi sudah takdirku dipertemukan dengan sosok mahkluk ciptaan tuhan seperti sahabatku itu.
Aku memberi namanya Obeng Cukil meski namanya cukup keren yaitu Abhenk Gokil dan lumayan terkenal dilingkungan kampusku. Orangnya juga tidak jelek-jelek amat, ganteng yang kekampus dengan style lumayan keren apalagi dengan sepatu boats kulitnya berjalan denagn percaya dirinya dilseputarn kampus, pakaian juga rapi terus tidak lupa juga paduan rompinya, harus kuakui siObeng Cukil ini memang keren. Tapi songongnya minta ampun! Sampai pagi ini topi baru yang dijanjikannya belum sampai-sampai, setiap aku tanyain Topi Mana? Dengan seenak dengkulnya menjawab “Ya, ntar. Sabaran dikit napa mas! Gua nungguin mas kejang-kejang dulu baru gua kasih itu topi senimannya buat mas, kalau bisa sampe seterok lu mas! Ha ha ha!” Lihat jawabannya, nyebalin gak sih? Saya hanya ngurut dada. Ini anak benar-benar kebangetan, akhirnya aku cuekin hingga aku akan pergi pagi itu aku tidak kasih kabar sama si obeng cukil bahwa aku ingin pergi berlibur ke kayu aro, percuma! Palingan jawaban selalu bikin aku nelangsa dan ngurut dada lagi.
Lupakan topi baru seniman dari siObeng Cukil. Mentari pun mulai terbit, aku pun menelpon travel. Sayangnya untuk berangkat pagi sudah penuh, yang ada berangkat sore. Aku pun harus mengundur keberangkatanku pagi itu. Aku akhirnya memesan tiket untuk keberangkatan sore. Aku pun mencari sarapan pagi itu. Bosan menunggu sore tidur-tiduran, tiba-tiba aku ingat lagi sama siObeng Cukil. Lalu aku kirimin pesan “Woi, obeng cukil. Ntar sore gua mau cabut ke kayo aro kerinci. Topi mana?” lagi dan lagi aku harus mengurut dada mendapatkan balasanya “Bodok, Mau ke kerici kek, mau ke ujung dunia kek. EGP..! Ntu topi tiga seribu baru gua kasih pesen. Palingan 15 hari lagi baru nyampe ke gua. Nyampe ke mas tambah 15 hari lagi. Sabar dung, kejang-kejang saja dulu”. Jawabannya benar-benar membuat aku kejang-kejang seperti yang diinginkannya. Ya sebalnya mintak ampun, ini anak benar-benar harus dikasih pelajaran ini.
Awas nanti akan dibawakan ulat bulu dari kayu aro dan akan aku masukin kedalam tasnya, karena siobeng cukil ini takut ulat bulu. Mampus lu obeng cukil, rutukku dalam hati.
Tiada terasa haripun beranjak sore, hapeku pun berdering dari agen travel agar segera bersiap-siap karena mobil sudah menuju alamat yang aku berikan. Aku pun bersiap-siap kemabali. Selang beberapa menit kemudian travel pun sampai, tanpa banyak bicara aku pun segara naik dan masuk kedalam travel. Penumpanya tidak penuh, hanya ada satu perempuan yang duduk di ACC samping sopir. Aku pun duduk dibagian tengah, sekedar basa-basi aku pun membuka pembicaraan dengan sopir travel “Sepi penumpangnya ya bang..?” ucapku. “Iya bang, hanya kita bertiga yang berangkat saat ini. Mudah-mudahan dijalan ada penumpang lain...” sopir travel menjawab sedikit berharap agar penumpangnya penuh.
Mobil pun terus melaju membelah jalanan belantara kata disore itu. Tanpa terasa mobil telah jauh meninggalkan kota Padang. Hingga malam terus beranjak, sementara didalam mobil tetap hanya aku, seoarang penumpang yang duduk di ACC, dan sopir mobil itu sendiri. Jalanan sepi berbukit dan tikungan yang berliku dimalam itu membuat suasana sedikit agak menyeremkan. Kulihat kiri dan kanan pepohonan begitu rapat hitam bagaikan sesosok raksasa yang berdiri begitu menakutkan. Aku pun mencoba untuk memejam kan mata untuk tidur. Namun bebepara saat setealah aku memejamkan mata, mobil berhenti. Aku pun membuka mataku, kulihat tidak jauh didepan ada dua orang gadis cantik. Kedua gadis cantik inilah yang menyebabkan mobil yang kutumpangi berhenti didaerah Lubuk Selasih pada malam itu.
Mereka pun naik, dan dudk tepat berada disampingku dibagian kosong bagian tengah. Keduanya melemparkan senyuman manis, salah satunya dan menyapa ramah “Maap...permisi duduk ya bang...!” ujarnya.
“Oh... ehk owhk..! ya, ya... silahkan dek!” Jawabku gelagapan, karena sedari tadi aku memperhatikan dan begitu terpesona oleh keacantikan kedua cewek tersebut, sehinngga aku tidak menyadari akan disapa.
Gadis yang menyapa itu bertubuh tinggi langsing, putih, rambut ikal tergurai sebatas bahu dan sedikit berwarna merah, ditambah paduan celana jeans dan kaos oblong warna putih, bola mata juga tambak berwana kebiruan ketika disinari temaram lampu di dalam mobil yang memang dinyalakan oleh sopir ketika kedua cewek tersebut naik. Aromanya juga sangat menggoda penciumanku, baru kali ini merasakan aroma yang sedemikan, lembut dan nyaman.
Sepintas kulihat kedua gadis ini seperti blasteran belanda. Sehinga nantinya aku memanggilnya dengan nona manis londo.
“Mau kemana bang?” kembali gadis yang menyapa tadi menyapaku, senyumannya begitu manis, lagi dan lagi aku terpesona. Seakan-akan termagnet oleh senyuman itu kantukku pun menjadi hilang.
“Mau ke kayu aro dek, adek sendiri mau kamana?” Ujarku dan juga bertanya kemana tujuan mereka.
“Kita juga mau ke kayu aro bang, sama dong tujuan kita. Wah... asyik juga neh ada teman satu tujuan kita nanti...” Sembari melemparkan senyuman sedikit genit melirik kaerah temannya. Sementara temannya juga tersenyum tak kalah manisnya dari gadis yang menyapaku.
“Hai, kakak gak sopan deh, banyak tanya sama siabangnya. Sementara nama abangnya tidak ditanyain. Sungguh terlalu... Hi hi hi...!” gadis yang satunya lagi ikut nimbrung berbicara sambil tertawa genit dan lucu.
“Ha ha ha... iya ya, maap bang. Siapa namanya bang?” gadis yang berada disampingku baru menyadari bahwa belum menanyaka namaku.
Aku aku hanya tersenyum simpul, dan berkata dalam hati ini dua orang gadis baik dan ramah sekali. Jarang-jarang kutemui gadis cantik seperti mereka. Aku merasa senang dan merasa dihargai sekali.
“He he he...! Tidak apa dek, apalah arti sebuah nama dek... Oke, Namaku Abdie...!” Mencoba mengimbangi candaan gadis itu, agak sedikit norak dengan mengatakan apalah arti sebuah nama. Seandai ada kedua orang tuaku saat itu mungkin sudah ditampar mulutku, karena dengan susah payah mereka memberikan nama yang bagus untukk. Aku malah mengatkan apalah arti sebuah nama.
“Oke bang Abdie... Nama aku Belinda, dan yang disamping ini adik sepupuku Arabella. Maaf ya bang, ini Arabella memang sedikit usil nih bang...” gadis yang duduk disampingku memperkenalkan diri dan teman diseabelahnya yang ternyata adek saudara sepupu.
Kulihat tangannya menyentuh jidat Arabella dengan telunjuknya dengan memasang raut wajah pura-pura sebal kepada Arabella.
“Hi hi hi... maaf ya bang... Arabella...!” Sambil mengulurkan tangannya kepadaku, aku pun menyambut tangannya. Terlihat Arabella begitu meanja ketika menyebutkan namanya, wajahnya yang cantik itu tampak lucu dan menggemaskan. Ah, jadi ingat sama adek perempuanku dikampung yang umurnya juga tidak jauh beda dengan Arabella.
“He he he..! tidak apa Arabella manis lucu dan unyu-unyu...!” Aku tertawa melihat ulah Arabella. Suasana yang semula kaku menjadi hangat oleh canda-canda ringan kami.
“Hmmm... gitu ya? Kalau sudah tau nama dengan entengnya melupakan saya ya, sadis kalian mah. Kalau begitu aku tidur saja...!” Tiba-tiba Belinda berbicara, dan terlihat merajuk karena sempat kami cuekin beberapa saat.
“Eit...! Kakak nona manis cantik jangan ngambek dong, ntar masuk angiiiiin...! He he he! Maafkan kami yang durhaka ini kakak nona manisssss...!” Aku dengan semangatnya ikut menggoda siBelinda yang pura sebal dengan wajah cemberut.
Gila...! aku benar-benar terpesona melihat raut wajah Belinda, begitu cantik “Hi hi hi... benar tuh bang Abdie! Kalau kakak nona manis Belinda merajuk nanti masuk angin! Ieh, amit-amit bocah londo cantik-cantik masuk angin! Weeek...! Ha ha ha!” Arabella kembali nyeletuk menggoda Belinda. Aku pun tidak tahan menahan tawa waktu itu . Aku merasa beruntung sekali dapat berkenalan dengan cewek cantik dimalam yang kian larut.
Sementara mobil terus melaju membelah jalanan sepi berhutan lebat kiri dan kanan. Sehinnga tak terasa mobil telah memasuki daerah Muara Labuh. Kemudian sopir mengarahkan mobil kearah salah satu rumah makan yang ada disana. Kami pun berhenti untuk bersitirahat. Aku pun mengajak Belinda dan Arabella untuk segera turun dan makan.
“Ayo nona-nano manis londo kita makan dulu kita biar gak masuk angin...!” Ajakku.
“Wah... maaf bang Abdie ganteng seujung langit, kita masih kenyang. Kita nungguin diatas mobil saja. Abang mau makan silahkan bang...!” Arabella nyeletuk dengan memanggil abang ganteng seujung langit. Weleh ini bocah usilnya ada kemiripan dengan sahabatku siObeng Cukil. Untung itu anak tidak saya ajak, kalau sempat abislah dikerjain oleh mereka berdua saya. Pasti kolaborasi tuh siObeng Cukil dengan Arabella.
Tiba-tiba aku ingat Obeng Cukil.
“Ha ha ha... bisa saja kamu nona manis londo Arabella, okelah kalau begitu. Saya makan dulu ya. Ingat, jangan bawel ya. Temanin tuh sikakak nona manis londo Belinda diatas mobil. Jangan kabur lu ya...!” jawabku tidak marah dengan candaan Arabella. Coba kalau siObeng Cukil, sudah kutendang tu anak sampe kekunung kerinci.
“Ya bang, silahkan makan saja. Gak usah dengarin apa kata ini bocah tengil Arabella. Kita ditas mobil saja. Kita memang masih kenyang, selamat menikmti santapannya bang..!” Ujar Belinda, benar-benar membuat hatiku salut sama cewek ini. Cantik, ramah, sopan, dan tampak dewasa.
“Ya, Belinda. Saya tinggal dulu ya... bye!” Aku mengiyakan.
Tidak beberapa lama aku dan sopirpun selesai makan, kemudian kembali kemobil. Kulihat Belinda dan Arabella tertidur, aku pun enggan untuk membangunnya. Mobil pun melanjutkan perjalanan, kulihat jam telah menujukkan pukul 01:30 dini hari. Udara semangkin dingin menusuk hingga ketulang sum-sumku. Aku pun memasang jaket hangat. Mobil terus melaju, namun tengan tiba-tiba kembali berhenti. Mesin mati dengan mendadak, padahal jalanan tidaklah menanjak. Mati mesin ditengah hutan yang lebat kiri dan kanannya dijalan Padang Aro Kerinci itu membuat sopir terlihat panik, aku pun menjadi terbawa suasana. Sopir pun turun dan membuka kap depan mobil, menceka apa penyebab mobil mati mendadak. Tidak ditemukan yang aneh dengan mesin tersebut, semuanya tampak normal. Kemudian sopir kembali naik kedalam mobil dan menstarter, masih tetap tidak mau hidup. Sopir terlihat mulai gusar! Mencoba sekali lagi, Hidup!
Alhamdulillah...kataku dalam hati.
Namun kelegaanku hanya beberapa saat saja, karena setelah itu tercium aroma yang menyengat didalam mobil. Aroma wangi minyak Mayat! Aku dan sopir kaget dan merinding, lalu sopir bertanya kepada kami “apakah mencium bau itu?” tanyanya. “Ya” Jawabku singkat. Lalu aku melirik keapada Belinda dan Arabella yang sudah terbangun. Seperti aroma tersebut berasal dari mereka berdua. Aku pun menanyakan kepada mereka apakah mencium arama yang kami rasakan. Mereka hanya menggelengkan kepala dengan wajah sendu tanpa mengeluarkan kata sepatah kata pun. Ya, sudahlah, mungkin mereka masih mengantuk dan kelelahan ujarku dalam hati.
Mobil pun kembali melaju dengan kecepatan tinggi, jam sudah menunjukkan pukul 02:45 dini hari. Aku masih memikirkan tentang aroma yang kami rasakan tadi. Kami pun telah memasuki wilayah leter W yang mana tikungannya menjadi ikon setelah kelok 9 di daerah kabupaten 50 Kota Payakumbuh dan kelok 44 danau maninjau kabupaten Agam. Tikungan ini menjadi perhitungan bagi setiap sopir-sopir yang melintasi wilayah leter W ini, terutama sopir-sopir truk. Setelah melewatinya tersebut, penumpang yang berada di ACC pun turun. Tinggallah kami berempat didalam mobil melanjutakan perjalanan.
Aku merasa lega karena sebentar lagi aku juga akan sampai di Desa Sungai Jambu tempat teman yang akan aku tuju.
Aku pun menelpon temanku segera, namun tidak diangkatnya hingga aku telpon beberapa kali. Mungkin temanku memang terlelap, ditambah pertiga malam yang semangkin dingin. Aku cukup memahaminya, aku pun melirik kesebelahku. Kulihat wajah Belinda dan Arabella semngkin kuyu dan memucat. Aku pun tidak berkomentar apa-apa, suasana yang semngkin dinginlah yang membuat wajah mereka menjadi kuyu dan memucat.
Aku pun bicara pada sopir “Maaf bang, temanku belum tidak mengangkat telponku mas. Gimana ini mas?” aku merasa tidak enak hati karena mobil sudah dihentika sopir ketika telah memasuki desa Sungai Jambu.
“Oh, ya tidak apa-apa bang... Kalau begitu kita antarkan saja adek berdua ini dulu ya..!” sopir memutuskan untuk mengantarkan Belinda dan Arabella duluan.
“Ya bang, tidak apa-apa. Mana bagusnya saja..!” jawabku. Tiba-tiba aku diserang rasa kantuk, padahal sebelumnya aku biasa-biasa saja. Aku pun memejamkan mataku, sayup-sayup masih kudengar sopir menanyakan dimana kedua gadis itu turun.
“Dimana turunnya dek?” tanya sopir.
“Terus saja jalan bang, nanti setelah dekat bedeng 8 saya kasih tau tempatnya. Gak jauh kok darisitu...!” salah satu dari mereka menjawab, entah siapa aku pun tidak begitu fokus karena serangan rasa kantuk.
“Ini sudah kita sudah didepan SMA dek, belok kemana nih?” Sopir kembali bertanya.
“Belok kanan mas, ikuti saja jalan kecil itu” Kemabali kudengar suara salah satu dari mereka menjawab. Kemudian”Stop bang! Kita sudah sampai!” Mendengar kata sudah sampai, aku sontak membuka mata. Niat hati ingin mengucapkan selamat berpisah kepada Belinda dan Arabella. Aku paksakan membuka mataku, Aku kaget! Dimana ini? Tempat macam apa ini? Terlihat ramai sekali, padahal sudah sepertiga malam begini kulihat anak-anak masih bermain dan berlari.
Aku terkesima, hingga tidak begitu menghiraukan sopir menurunkan baran-barang bawaan kedua gadis tersebut. Kemana arah kedua gadis tersebut aku pun tidak memperhatikan, sehingga niatku untuk mengucapkan selamat berpisah terlupakan.
“Bagaimana bang? Sudah bisa ditelpon temannya?” tanya sopir membuyarkan pikiranku.
“Eh iya, anu bang..! Belum bang! Gimana ya bang?” aku spontan menjawab kaget.
“Begini saja bang, bagaimana besok pagi saja saya antar. Kebetulan saya sudah ngantuk berat ini. Kita tidur didalam mobil saja disini sambil menunggu pagi gimana bang?” Ujar sopir travel yang aku tumpangi.
“Ya, tidak apa-apa bang. Kita tidur disini saja...!” aku menyetujui apa yang dikatakan sopir dari pada aku mengedor-gedor pintu rumah temanku.
Akirnya kami pun tidur didalam mobil.
Kami pun terbangun setelah sinar matahari pagi menerobos masuk dari kaca depan mobil, ketika aku lihat jam sudah menunjukkan pukul 08:00 pagi waktu setempat. Aku pun membangunkan sopir berniat untuk mencuci muka dan membuang air kecil. Aku membuka pintu hendak turun, alangkah terkejutanya ketika melihat kesekeliling. Sepi, tak seperti tadi malam yang suasananya terlihat ramai. Astaghfirullah...! Bukankah ini rumah sakit peninggalan belanda yang konon sangat angker dan menyeramkan? Tidak semua orang berani berada ditempat ini, untuk melintasinya saja membutuhkan nyali mimpuni. Lalu aku gedor pintu mobil yang membuat sopir langsung terbangun, dia langsung keluar dari mobil. Dia pun terlihat heran dan bingung!
“Wah gila ini bang! Pasti dua gadis semalam itu adalah penghuni sini bang..!” bisik sopir itu kepadaku, sementara aku masih bingung. Linglung!
“Tapi ini ongkos yang dibayarkan kedua gadis itu benaran uang ini bang!” Sopir itu merogoh kantung celananya. Aku masih belum bisa berkata apa-apa...
By_Songgo Langit & Abhenk Gokil-Ext.
By_Songgo Langit & Abhenk Gokil-Ext.