masukkan script iklan disini
POTRET PERTANIAN - Selama ini pemanfaatan ubi jalar masih terbatas pada bentuk makanan tradisional (direbus/digoreng), sehingga citra dan daya saing produknya di pasaran relatif rendah.
Padahal, ubi jalar potensial untuk diolah menjadi beragam produk pangan yang cantik, bergizi, dan relatif sederhana teknologi pengolahannya. Warna daging umbi yang beragam, terutama kuning, jingga (orange), dan ungu merupakan daya tarik tersendiri karena selain tidak perlu menggunakan pewarna sintetis juga bermanfaat bagi kesehatan.
Pigmen kuning/jingga mengandung senyawa beta karoten yang selain berfungsi sebagai provitamin A juga mampu menangkap radikal bebas. Pigmen ungu antosianin memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi, sehingga berperan dalam mencegah terjadinya penyakit-penyakit degeneratif, seperti penuaan dini karena kerusakan sel, kanker, dan arteosklerosis.
Antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik, antikarsinogenik, mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan antihiperglikemik. Di samping itu, keberadaan serat pangan yang bermanfaat untuk pencernaan dan indeks glisemik ubi jalar yang berkisar antara rendah sampai medium, menambah nilai plus ubi jalar sebagai pangan sehat (fungsional).
Beta 1 dan Beta 2 merupakan varietas unggul ubi jalar yang kaya akan beta karoten (masing-masing 12.032 mg/100 g bobot basah dan 4.629 mg/100 g bb), setara dengan wortel untuk Beta 1 dengan potensi hasil 25−35 t/ha. Varietas Antin 2 dan Antin 3 kaya akan antosianin dengan kandungan 130 mg/100 g dan 150 mg/100 g dan potensi hasil 30−37 t/ha.
Kedua varietas tersebut memiliki kandungan antosianin dan potensi hasil lebih tinggi daripada Ayamurasaki (70 mg/100 g, 15−20 t/ha). Ayamurasaki merupakan varietas introduksi dari Jepang yang telah lebih dulu berkembang di petani Malang, Pasuruan dan sekitarnya.
Varietas-varietas tersebut di atas memiliki warna umbi yang menarik untuk diolah menjadi produk pangan sehingga perlu dikembangkan industri olahan dan budidaya untuk penyediaan bahan baku.
Pasta merupakan salah satu bahan baku asal ubi jalar yang prospektif untuk dikembangkan karena sangat fleksibel dan praktis untuk diolah menjadi berbagai produk pangan, terutama sebagai substitusi terigu. Selain itu, penggunaan pasta relatif lebih menguntungkan daripada tepung ubi jalar karena rendemen pasta dapat mencapai 100%.
Namun, untuk pembuatan pasta diperlukan ketersediaan bahan baku ubi jalar segar karena tidak tahan lama disimpan. Pasta ubi jalar disiapkan dengan cara memilih umbi yang baik (tidak terserang hama boleng/busuk), dicuci, lalu dikukus, dibuang kulitnya dan dihaluskan lalu dikemas dan dapat disimpan dalam freezer sampai 1 bulan.
Berbagai produk makanan dapat diolah dari pasta ubi jalar. Pasta ubi jalar 100% dapat digunakan untuk jus dan 50−100% untuk es krim. Kue basah/jajanan seperti onde-onde, puding, martabak manis, dan roti gulung dapat dibuat menggunakan pasta ubi jalar dengan proporsi 30−100%. Mie basah/kering dibuat dengan 40% pasta dan 50−100% selai, 40−50% untuk cake, brownies dan muffin.
Produk-produk tersebut tidak kalah penampilan dan rasanya dibandingkan dengan produk yang diolah dari 100% terigu. Impor gandum saat ini telah mencapai 7 juta ton per tahun, sehingga pemanfaatan pasta ubi jalar tersebut berpeluang untuk mengurangi penggunaan terigu sekaligus mendukung program diversifikasi pangan berbasis bahan pangan lokal. (fzp)
Padahal, ubi jalar potensial untuk diolah menjadi beragam produk pangan yang cantik, bergizi, dan relatif sederhana teknologi pengolahannya. Warna daging umbi yang beragam, terutama kuning, jingga (orange), dan ungu merupakan daya tarik tersendiri karena selain tidak perlu menggunakan pewarna sintetis juga bermanfaat bagi kesehatan.
Pigmen kuning/jingga mengandung senyawa beta karoten yang selain berfungsi sebagai provitamin A juga mampu menangkap radikal bebas. Pigmen ungu antosianin memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi, sehingga berperan dalam mencegah terjadinya penyakit-penyakit degeneratif, seperti penuaan dini karena kerusakan sel, kanker, dan arteosklerosis.
Antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik, antikarsinogenik, mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan antihiperglikemik. Di samping itu, keberadaan serat pangan yang bermanfaat untuk pencernaan dan indeks glisemik ubi jalar yang berkisar antara rendah sampai medium, menambah nilai plus ubi jalar sebagai pangan sehat (fungsional).
Beta 1 dan Beta 2 merupakan varietas unggul ubi jalar yang kaya akan beta karoten (masing-masing 12.032 mg/100 g bobot basah dan 4.629 mg/100 g bb), setara dengan wortel untuk Beta 1 dengan potensi hasil 25−35 t/ha. Varietas Antin 2 dan Antin 3 kaya akan antosianin dengan kandungan 130 mg/100 g dan 150 mg/100 g dan potensi hasil 30−37 t/ha.
Kedua varietas tersebut memiliki kandungan antosianin dan potensi hasil lebih tinggi daripada Ayamurasaki (70 mg/100 g, 15−20 t/ha). Ayamurasaki merupakan varietas introduksi dari Jepang yang telah lebih dulu berkembang di petani Malang, Pasuruan dan sekitarnya.
Varietas-varietas tersebut di atas memiliki warna umbi yang menarik untuk diolah menjadi produk pangan sehingga perlu dikembangkan industri olahan dan budidaya untuk penyediaan bahan baku.
Pasta merupakan salah satu bahan baku asal ubi jalar yang prospektif untuk dikembangkan karena sangat fleksibel dan praktis untuk diolah menjadi berbagai produk pangan, terutama sebagai substitusi terigu. Selain itu, penggunaan pasta relatif lebih menguntungkan daripada tepung ubi jalar karena rendemen pasta dapat mencapai 100%.
Namun, untuk pembuatan pasta diperlukan ketersediaan bahan baku ubi jalar segar karena tidak tahan lama disimpan. Pasta ubi jalar disiapkan dengan cara memilih umbi yang baik (tidak terserang hama boleng/busuk), dicuci, lalu dikukus, dibuang kulitnya dan dihaluskan lalu dikemas dan dapat disimpan dalam freezer sampai 1 bulan.
Berbagai produk makanan dapat diolah dari pasta ubi jalar. Pasta ubi jalar 100% dapat digunakan untuk jus dan 50−100% untuk es krim. Kue basah/jajanan seperti onde-onde, puding, martabak manis, dan roti gulung dapat dibuat menggunakan pasta ubi jalar dengan proporsi 30−100%. Mie basah/kering dibuat dengan 40% pasta dan 50−100% selai, 40−50% untuk cake, brownies dan muffin.
Produk-produk tersebut tidak kalah penampilan dan rasanya dibandingkan dengan produk yang diolah dari 100% terigu. Impor gandum saat ini telah mencapai 7 juta ton per tahun, sehingga pemanfaatan pasta ubi jalar tersebut berpeluang untuk mengurangi penggunaan terigu sekaligus mendukung program diversifikasi pangan berbasis bahan pangan lokal. (fzp)