masukkan script iklan disini
POTRET PERTANIAN - Universitas Gadjah Mada resmi melepas varietas padi unggul inbrida G7 dengan nama Gamagora 7 ke publik setelah mengantongi surat keputusan (SK) pelepasan varietas dari Menteri Pertanian RI pada 28 Maret lalu. Dalam surat keputusan tersebut, padi Gamagora 7 dipandang mampu untuk meningkatkan produksi padi dan dianggap varietas unggul yang memiliki peranan penting dan potensial dalam usaha meningkatkan ketahanan pangan karena memiliki keunggulan hasil produksi tinggi dan memiliki ketahanan terhadap hama wereng dan penyakit serta cocok ditanam pada lahan sawah maupun tadah hujan.
Menanggapi atas dilepasnya padi Gamagora ini, anggota tim peneliti Dr. Taryono dan Dr. Supriyanta mengaku bersyukur jika padi Gamagora akhirnya mendapat persetujuan untuk dilepas sebagai varietas baru. Usai sudah penantian panjang mereka sejak tahun 2006 dengan tekun melakukan riset pada padi yang tangguh di lahan kering maupun lahan sawah. “Kita ikut senang. Semakin menyemangati kita bahwa apa yang kita lakukan sudah membuahkan hasil,” kata Taryono, Kamis (30/3).
Taryono menuturkan nama Gamagora merupakan kependekan dari nama Gama Gogo Rancah yang awalnya diteliti oleh empat orang namun pada perkembangannya menjadi 10 orang. “Awalnya kita menanam di kebun fakultas. Lalu uji multilokasi di PIAT UGM hingga berbagai tempat,” katanya.
Dengan diluncurkan pada Gamagora 7 ini menurut Taryono maka sudah ada tiga padi varietas padi yang pernah dilepas secara resmi oleh UGM. “Padi ini jadi varietas ketiga yang pernah diluncurkan oleh UGM,” jelasnya.
Taryono bercerita bahwa produk Gamagora berasal dari hasil mutan radiasi dari padi induknya, Rajalele yang terkenal sebagai padi dengan rasanya yang pulen. Varietas padi “Amphibi” ini menurutnya bisa untuk menyiasati penurunan produksi padi di Indonesia diakibatkan adanya fenomena perubahan iklim global baik karena el-nino dan la-nina dan dampak pengalihan fungsi lahan sawah ke non-sawah yang mencapai 96.512 hektar per tahun.
Sebelumnya, pihaknya sudah melakukan uji multilokasi sebanyak 14 lokasi di seluruh indonesia. Bahkan, padi ini diuji di delapan lokasi pada lahan sawah dan enam lokasi pada tanah tadah hujan. Kegiatan uji multilokasi dilakukan untuk mendapatkan izin edar dan izin rilis varietas baru dari Kementerian Pertanian.
Seperti diketahui dalam SK yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementan RI, Suwandi, di Jakarta pada 28 maret lalu dijelaskan bahwa padi Gamagora 7 memiliki ketahanan terhadap hama wereng batang cokelat biotipe 2 dan memiliki ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri patotipe III, penyakit blast ras 033, ras 073 dan ras 133 serta cocok ditanam pada lahan sawah maupun tadah hujan.
Selain itu, padi Gamagora 7 ini disebutkan berasal dari hasil mutan Rajalele Klaten dari golongan Indica. Padi ini memiliki potensi produksi mencapai 9,80 ton per hektare. Sedangkan rata-rata hasil kurang lebih 7,95 ton per hektar. Sedangkan umur panen sekitar 119 hari setelah semai.
Penulis: Gusti Grehenson
Menanggapi atas dilepasnya padi Gamagora ini, anggota tim peneliti Dr. Taryono dan Dr. Supriyanta mengaku bersyukur jika padi Gamagora akhirnya mendapat persetujuan untuk dilepas sebagai varietas baru. Usai sudah penantian panjang mereka sejak tahun 2006 dengan tekun melakukan riset pada padi yang tangguh di lahan kering maupun lahan sawah. “Kita ikut senang. Semakin menyemangati kita bahwa apa yang kita lakukan sudah membuahkan hasil,” kata Taryono, Kamis (30/3).
Taryono menuturkan nama Gamagora merupakan kependekan dari nama Gama Gogo Rancah yang awalnya diteliti oleh empat orang namun pada perkembangannya menjadi 10 orang. “Awalnya kita menanam di kebun fakultas. Lalu uji multilokasi di PIAT UGM hingga berbagai tempat,” katanya.
Dengan diluncurkan pada Gamagora 7 ini menurut Taryono maka sudah ada tiga padi varietas padi yang pernah dilepas secara resmi oleh UGM. “Padi ini jadi varietas ketiga yang pernah diluncurkan oleh UGM,” jelasnya.
Taryono bercerita bahwa produk Gamagora berasal dari hasil mutan radiasi dari padi induknya, Rajalele yang terkenal sebagai padi dengan rasanya yang pulen. Varietas padi “Amphibi” ini menurutnya bisa untuk menyiasati penurunan produksi padi di Indonesia diakibatkan adanya fenomena perubahan iklim global baik karena el-nino dan la-nina dan dampak pengalihan fungsi lahan sawah ke non-sawah yang mencapai 96.512 hektar per tahun.
Sebelumnya, pihaknya sudah melakukan uji multilokasi sebanyak 14 lokasi di seluruh indonesia. Bahkan, padi ini diuji di delapan lokasi pada lahan sawah dan enam lokasi pada tanah tadah hujan. Kegiatan uji multilokasi dilakukan untuk mendapatkan izin edar dan izin rilis varietas baru dari Kementerian Pertanian.
Seperti diketahui dalam SK yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementan RI, Suwandi, di Jakarta pada 28 maret lalu dijelaskan bahwa padi Gamagora 7 memiliki ketahanan terhadap hama wereng batang cokelat biotipe 2 dan memiliki ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri patotipe III, penyakit blast ras 033, ras 073 dan ras 133 serta cocok ditanam pada lahan sawah maupun tadah hujan.
Selain itu, padi Gamagora 7 ini disebutkan berasal dari hasil mutan Rajalele Klaten dari golongan Indica. Padi ini memiliki potensi produksi mencapai 9,80 ton per hektare. Sedangkan rata-rata hasil kurang lebih 7,95 ton per hektar. Sedangkan umur panen sekitar 119 hari setelah semai.
Penulis: Gusti Grehenson