masukkan script iklan disini
POTRET PERTANIAN -Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman tahunan yang tumbuh memanjat. Tanaman ini dapat diperbanyak secara vegetatif (dengan setek batang) atau secara generatif (dengan biji). Pada umumnya perbanyakan dilakukan secara vegetatif yaitu menggunakan setek batang (sulur), karena lebih mudah, murah, cepat berproduksi dan mempunyai sifat-sifat yang sama dengan induknya. Perbanyakan dengan biji hanya umumnya dilakukan untuk tujuan penelitian. Tanaman yang berasal dari biji lama berproduksi dan sifat-sifatnya dapat berubah tidak sama dengan induknya, karena menyerbuk silang.
Pada umumnya petani lada melakukan penanaman langsung di kebun dengan menggunakan setek panjang yang terdiri dari 3-7 ruas. Untuk rehabilitasi dan pengembangan areal lada dibutuhkan bahan tanaman dalam jumlah banyak, akibatnya penanaman dengan setek panjang kadang-kadang tidak mencukupi dan menjadi tidak ekonomis. Pada tahun 2012 luas areal pertanaman lada mencapai luasan 178.618 ha dengan produksi 88.160 ton. Menurut estimasi setiap tahun akan dilakukan perluasan atau rehabilitasi pertanaman sebanyak 10%, sehingga setiap tahunnya akan diperlukan benih sebesar 28.578.880 - 35.723.600 tanaman (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013). Kebutuhan benih yang demikian banyak sulit dipenuhi oleh kebun induk lada secara konvensional.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan pembangunan kebun induk lada khusus untuk produksi benih secara massal dalam jumlah besar dan berkesinambungan seperti pembangunan kebun induk mini. Kebun induk mini lada adalah kebun benih sumber lada yang dibangun dalam luasan relatif sempit. Sebagai contoh secara konvensional untuk menanam pohon induk lada sebanyak 1.600 pohon yang semula diperlukan areal seluas 1 ha (10.000 m²), sedangkan untuk membangun kebun induk mini dengan jumlah tanaman yang sama hanya diperlukan lahan 128 m² (4 bedengan berukuran 1,2 x 16 m, jarak antar bedeng 0,6 m dengan jarak tanam 20 x 25 cm). Mengingat kebutuhan benih lada yang begitu banyak diperlukan alternatif di antaranya menggunakan benih satu buku berdaun tunggal. Wahid (1981) dan Zaubin (1981) merekomendasikan penggunaan bahan tanaman setek satu buku berdaun tunggal yang disemai terlebih dulu. Keuntungan cara tersebut adalah dapat menyediakan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menghemat penggunaan bahan tanaman sebesar 400% dibandingkan setek panjang tujuh ruas. Untuk itu diperlukan pendirian kebun induk lada khusus untuk produksi benih secara massal dalam jumlah besar dan berkesinambungan agar benih dapat terpenuhi baik kualitas maupun kuantitas.
1. Sumber Bahan Tanaman
Tanaman lada pada prinsipnya hanya mempunyai dua macam sulur (dimorphic plant), yaitu sulur panjat dan sulur/cabang buah. Sulur panjat adalah sulur yang tumbuhnya ke atas, memanjat/melekat pada tiang panjat/tajar. Sulur panjat yang terlepas/tidak melekat pada tiang/tajar akan berubah fungsi menjadi sulur gantung dan sulur tanah/cacing (Gambar 1). Kedua sulur tersebut tidak direkomendasikan sebagai bahan tanaman karena tidak mempunyai sifat seperti sulur panjat dan harus selalu dibuang. Sulur/cabang buah, fungsi utamanya adalah membentuk buah. Di samping itu dapat juga digunakan untuk sumber bahan tanaman lada perdu yang tidak memerlukan panjatan (Wahid dkk, 2005).
Sulur panjat merupakan sumber bahan tanaman paling baik untuk budidaya lada dengan tiang panjat/tajar (Wahid dan Yufdy, 1988). Sebagai sumber bahan tanaman, setek sulur panjat sebaiknya diambil dari tanaman lada yang berumur 1 - 2 tahun dengan umur fisologis lebih kurang 6 - 9 bulan (tidak terlalu tua, tetapi sudah berkayu) tumbuh kuat, daunnya berwarna hijau segar, sehat serta mempunyai akar lekat yang banyak pada buku ruasnya (Syakir dan Dhalimi 1996).
Bahan tanaman untuk perbanyakan (setek batang) sebaiknya diambil dari tanaman lada yang belum berproduksi. Apabila bahan tanaman diambil dari tanaman produksi maka akan berdampak kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman dan kesinambungan produksi buah lada.
Jarak tanam kebun induk konvensional adalah 1,5 x 1,5 m atau 1,75 x 1,75 m, bunga yang terbentuk harus selalu dibuang agar pertumbuhan tanaman lada menjadi optimal untuk memproduksi bahan tanaman/setek batang (Yufdy dan Wahid, 1988; Zaubin dan Wahid, 1996).
Guna menghemat lahan untuk produksi setek batang atau kebun perbanyakan lada Yufdy dan Wahid (1988) serta Rukmana (2010) merekomendasikan untuk menanam lada dalam bedengan berukuran 1,2 X 16 m, jarak antar bedeng 0,6 m, dan jarak tanam lada 20 x 25 cm). Untuk memperoleh 1600 tanaman sebagai sumber setek, hanya diperlukan empat bedengan dengan luas total lahan sekitar 128 m2 yang disebut kebun induk mini.
2. Syarat mutu benih lada menurut SNI 01-7155-2006Pada umumnya petani lada melakukan penanaman langsung di kebun dengan menggunakan setek panjang yang terdiri dari 3-7 ruas. Untuk rehabilitasi dan pengembangan areal lada dibutuhkan bahan tanaman dalam jumlah banyak, akibatnya penanaman dengan setek panjang kadang-kadang tidak mencukupi dan menjadi tidak ekonomis. Pada tahun 2012 luas areal pertanaman lada mencapai luasan 178.618 ha dengan produksi 88.160 ton. Menurut estimasi setiap tahun akan dilakukan perluasan atau rehabilitasi pertanaman sebanyak 10%, sehingga setiap tahunnya akan diperlukan benih sebesar 28.578.880 - 35.723.600 tanaman (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013). Kebutuhan benih yang demikian banyak sulit dipenuhi oleh kebun induk lada secara konvensional.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan pembangunan kebun induk lada khusus untuk produksi benih secara massal dalam jumlah besar dan berkesinambungan seperti pembangunan kebun induk mini. Kebun induk mini lada adalah kebun benih sumber lada yang dibangun dalam luasan relatif sempit. Sebagai contoh secara konvensional untuk menanam pohon induk lada sebanyak 1.600 pohon yang semula diperlukan areal seluas 1 ha (10.000 m²), sedangkan untuk membangun kebun induk mini dengan jumlah tanaman yang sama hanya diperlukan lahan 128 m² (4 bedengan berukuran 1,2 x 16 m, jarak antar bedeng 0,6 m dengan jarak tanam 20 x 25 cm). Mengingat kebutuhan benih lada yang begitu banyak diperlukan alternatif di antaranya menggunakan benih satu buku berdaun tunggal. Wahid (1981) dan Zaubin (1981) merekomendasikan penggunaan bahan tanaman setek satu buku berdaun tunggal yang disemai terlebih dulu. Keuntungan cara tersebut adalah dapat menyediakan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menghemat penggunaan bahan tanaman sebesar 400% dibandingkan setek panjang tujuh ruas. Untuk itu diperlukan pendirian kebun induk lada khusus untuk produksi benih secara massal dalam jumlah besar dan berkesinambungan agar benih dapat terpenuhi baik kualitas maupun kuantitas.
1. Sumber Bahan Tanaman
Tanaman lada pada prinsipnya hanya mempunyai dua macam sulur (dimorphic plant), yaitu sulur panjat dan sulur/cabang buah. Sulur panjat adalah sulur yang tumbuhnya ke atas, memanjat/melekat pada tiang panjat/tajar. Sulur panjat yang terlepas/tidak melekat pada tiang/tajar akan berubah fungsi menjadi sulur gantung dan sulur tanah/cacing (Gambar 1). Kedua sulur tersebut tidak direkomendasikan sebagai bahan tanaman karena tidak mempunyai sifat seperti sulur panjat dan harus selalu dibuang. Sulur/cabang buah, fungsi utamanya adalah membentuk buah. Di samping itu dapat juga digunakan untuk sumber bahan tanaman lada perdu yang tidak memerlukan panjatan (Wahid dkk, 2005).
Sulur panjat merupakan sumber bahan tanaman paling baik untuk budidaya lada dengan tiang panjat/tajar (Wahid dan Yufdy, 1988). Sebagai sumber bahan tanaman, setek sulur panjat sebaiknya diambil dari tanaman lada yang berumur 1 - 2 tahun dengan umur fisologis lebih kurang 6 - 9 bulan (tidak terlalu tua, tetapi sudah berkayu) tumbuh kuat, daunnya berwarna hijau segar, sehat serta mempunyai akar lekat yang banyak pada buku ruasnya (Syakir dan Dhalimi 1996).
Bahan tanaman untuk perbanyakan (setek batang) sebaiknya diambil dari tanaman lada yang belum berproduksi. Apabila bahan tanaman diambil dari tanaman produksi maka akan berdampak kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman dan kesinambungan produksi buah lada.
Jarak tanam kebun induk konvensional adalah 1,5 x 1,5 m atau 1,75 x 1,75 m, bunga yang terbentuk harus selalu dibuang agar pertumbuhan tanaman lada menjadi optimal untuk memproduksi bahan tanaman/setek batang (Yufdy dan Wahid, 1988; Zaubin dan Wahid, 1996).
Guna menghemat lahan untuk produksi setek batang atau kebun perbanyakan lada Yufdy dan Wahid (1988) serta Rukmana (2010) merekomendasikan untuk menanam lada dalam bedengan berukuran 1,2 X 16 m, jarak antar bedeng 0,6 m, dan jarak tanam lada 20 x 25 cm). Untuk memperoleh 1600 tanaman sebagai sumber setek, hanya diperlukan empat bedengan dengan luas total lahan sekitar 128 m2 yang disebut kebun induk mini.
2.1. Spesifikasi persyaratan kebun induk
No.
|
Jenis Spesifikasi
|
Satuan
|
Persyaratan
|
1
|
Kemurnian varietas |
%
|
≥ 98
|
2
|
Umur pohon induk |
Bulan
|
≥ 7
|
3
|
Kesehatan tanaman terpilih |
%
|
100
|
Sumber : SNI 01-7155-2006
2.2. Spesifikasi persyaratan persemaian
No.
|
Jenis Spesifikasi
|
Satuan
|
Persyaratan
|
1
|
Kesehatan lingkungan |
%
|
100
|
2
|
Intensitas sinar matahari |
%
|
50-75
|
3
|
Suhu udara |
...°C
|
22-30
|
4
|
Kelembaban (RH) |
%
|
>80
|
5
|
Kelengasan tanah |
%
|
80-100
|
Sumber : SNI 01-7155-2006
2.3. Spesifikasi persyaratan mutu benih
No.
|
Jenis Spesifikasi
|
Satuan
|
Persyaratan
|
1
|
Benih murni |
% |
100
|
2
|
Kesehatan benih |
% |
100
|
3
|
Jumlah ruas (lada panjat) |
ruas |
5-7
|
4
|
Jumlah daun (lada perdu) |
helai daun |
5-8
|
5
|
Asal benih |
ruas ke ... dari pucuk |
≥4
|
Sumber : SNI 01-7155-2006
3. Varietas Lada
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) telah melepas tujuh varietas lada yaitu Petaling 1, Petaling 2, Natar 1, Natar 2, Chunuk RS, LDK RS, dan Bengkayang dengan karakteristik masing-masing seperti pada Tabel 1 (Syakir. 2002)
Tabel 1. Karakteristik 7 varietas lada yang telah dilepas Balittro
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) telah melepas tujuh varietas lada yaitu Petaling 1, Petaling 2, Natar 1, Natar 2, Chunuk RS, LDK RS, dan Bengkayang dengan karakteristik masing-masing seperti pada Tabel 1 (Syakir. 2002)
Tabel 1. Karakteristik 7 varietas lada yang telah dilepas Balittro
No
|
Varietas
|
Karakteristik
|
|||||
Produksi
(ton/ha)
|
Kadar
Minyak
(%)
|
Ketahanan terhadap penyakit
|
Daya adaptasi terhadap
|
||||
Busuk pangkal
batang
|
Kuning
|
Cekaman
Air
|
Kelebihan air
|
||||
1
2
3
4
5
6
7
|
Petaling 1 Petaling 2 Natar 1 Natar 2 Lampung Daun Kecil RS Chunuk RS Bengkayang LU |
4,480 (Lp) 4,120 (Lp) 4,000 (Lh) 3,520 (Lh) 3,685 (Lp) 1,970 (Lp) 4,669 (Lp) |
3,68 4,61 3,27 3,13 3,83 3,65 3,68 |
Rentan Medium-rentan Medium-toleran Rentan Toleran Toleran Toleran |
Medium Rentan Rentan Medium Rentan Rentan Medium |
Kurang Tinggi Sedang Sedang Sedang - - |
Sedang Sedang Sedang Kurang - - - |
Sumber : Syakir (2002)
Keterangan :
Lp = Lada putih
Lh = Lada hitam
Hasil dari 1 x panen
Chunuk berbuah terus menerus
Lp = Lada putih
Lh = Lada hitam
Hasil dari 1 x panen
Chunuk berbuah terus menerus